Kritik terhadap Celah Hukum
Pengamat menilai pembebasan Novanto memanfaatkan beberapa celah hukum. Halim menyoroti perubahan mendasar dalam aturan pemberian remisi bagi koruptor sejak 2021.
Mahkamah Agung membatalkan Pasal 34 A Ayat (1) huruf (a) dari PP Nomor 99 Tahun 2012 yang mengharuskan koruptor menjadi justice collaborator untuk mendapat remisi. Setelah pasal itu dihapus, terbit Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 yang hanya mewajibkan pembayaran denda dan uang pengganti.
“Jika dalam waktu bebas bersyarat melakukan tindak pidana lagi maka akan dikembalikan dalam tahanan. Dan syarat administratif dan substatif bersyarat telah diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2022 tentang Permasyarakatan,” ujar Halim.
Kontroversi Selama Masa Tahanan
Perjalanan kasus Novanto tidak lepas dari berbagai kontroversi. Pada 2017, dia mengalami kecelakaan tunggal yang menabrak tiang listrik, memicu berbagai spekulasi dan meme di media sosial.
Pada September 2018, Ombudsman RI menemukan sel Novanto di Lapas Sukamiskin berukuran lebih luas dengan fasilitas kloset duduk yang tidak dimiliki napi lain. Kepala Lapas saat itu berkilah sel tersebut dilapisi plywood untuk mengantisipasi rembesan air hujan.
Pada pertengahan 2019, dua pegawai Lapas Sukamiskin dijatuhi hukuman disiplin setelah Novanto kedapatan pergi ke toko bangunan di Padalarang saat izin berobat. Petugas pengawal mendapat sanksi penundaan gaji dan penundaan kenaikan pangkat.
Pembebasan bersyarat Setya Novanto menandai berakhirnya babak penting dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah, meski masih menyisakan kritik terhadap efektivitas sistem peradilan dalam memberikan efek jera bagi koruptor.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita
