Hukum Kriminal

Anggota DPR Usul Putusan MK Soal Diskualifikasi Pilkada Barito Utara Dibawa ke Ranah Pidana

Dua Paslon di Pilkada Barito Utara 2024.

CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan mengusulkan agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi seluruh pasangan calon di Pilkada Barito Utara dibawa ke ranah pidana. Menurutnya, putusan tersebut merupakan terobosan hukum yang perlu ditindaklanjuti dengan proses pemidanaan.

“Agar putusan tak terkesan prematur dan bukan merupakan bentuk prejudice institusi peradilan terhadap proses pemilu,” kata Ahmad, dikutip dari Tempo pada Selasa, 20 Mei 2025.

Politikus Partai Golkar ini menambahkan, langkah tersebut juga dapat menjadi preseden untuk memberikan gambaran kepada kontestan lain agar tidak melakukan pelanggaran serupa. “Agar ada efek jera kepada pelaku,” ujarnya.

MK Diskualifikasi Dua Paslon

Pada Rabu, 14 Mei 2025, MK memutuskan mendiskualifikasi dua pasangan calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara 2024. Putusan ini dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang sengketa hasil Pilkada (PHPU). Kedua pasangan yang dicoret adalah Gogo Purman Jaya–Hendro Nakalelo (Gogo-Helo) dan Akhmad Gunadi Nadalsyah–Sastra Jaya (Agi-Saja).

Majelis hakim menilai kedua pasangan calon terbukti melakukan praktik politik uang secara masif dan terstruktur dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara. Dalam amar putusan Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025, MK menyatakan kedua pasangan telah menciderai prinsip pemilu yang jujur dan berintegritas.

Skema Politik Uang Terstruktur

Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyebut pasangan Agi-Saja terbukti membeli suara pemilih dengan nilai hingga Rp16 juta per orang. Salah satu saksi, Santi Parida Dewi, mengaku menerima total Rp64 juta untuk satu keluarga.

Sementara itu, pasangan Gogo-Helo juga diketahui memberikan hingga Rp6,5 juta per pemilih dan menjanjikan ibadah umrah jika menang. Saksi Edy Rakhman mengaku menerima total Rp19,5 juta untuk keluarganya.

“Pembelian suara dilakukan melalui para koordinator lapangan dengan daftar nama pemilih yang telah ditentukan,” ujar Guntur. Ia menegaskan bahwa praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan serangan langsung terhadap integritas demokrasi.

Dampak Terhadap Hasil Pilkada

MK juga menyoroti dampak politik uang dalam PSU yang digelar di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru. Meskipun tidak seluruh nama penerima uang dibuktikan di persidangan, Mahkamah tetap meyakini telah terjadi praktik vote buying yang melibatkan kedua pasangan.

“Jika Mahkamah tetap memilih salah satu dari dua pasangan ini, maka efek jera tidak akan pernah muncul. Ini akan membuka jalan bagi pembenaran praktik serupa dalam pilkada-pilkada berikutnya,” kata Guntur.

Seluruh Keputusan KPU Dibatalkan

Sebagai konsekuensi dari putusan ini, MK menyatakan seluruh keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Barito Utara terkait penetapan pasangan calon dan hasil pilkada dinyatakan batal. Keputusan yang dibatalkan meliputi hasil pemilihan pada 4 Desember 2024, hasil perubahan 24 Maret 2025, serta penetapan pasangan calon dan nomor urut dari September 2024.

PSU Baru dalam 90 Hari

Karena tidak ada lagi pasangan calon yang tersisa, Mahkamah memerintahkan penyelenggaraan PSU baru dalam waktu maksimal 90 hari sejak putusan dibacakan. Partai politik pengusung dari pilkada sebelumnya diberi kesempatan untuk mengajukan pasangan calon baru. KPU diminta melakukan verifikasi ulang dan memfasilitasi kampanye satu kali bagi para calon baru.

“PSU harus tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang digunakan pada pemungutan suara 27 November 2024,” ujar Guntur.

Mahkamah juga meminta KPU berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk menjamin ketersediaan anggaran PSU. Proses PSU ini akan diawasi langsung oleh KPU RI bersama KPU Kalimantan Tengah dan KPU Barito Utara.

Peringatan Keras terhadap Politik Uang

Putusan MK ini menjadi peringatan keras terhadap praktik politik uang yang masih membayangi demokrasi elektoral. Guntur mengimbau semua pihak—partai politik, pasangan calon, tim kampanye, hingga pemilih—untuk menolak politik uang dalam bentuk apa pun.

“Politik uang bukan hanya membahayakan demokrasi, tapi juga bisa membawa konsekuensi hukum pidana bagi pelakunya,” tegasnya. Ia juga meminta penyelenggara pemilu menjadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk memperbaiki sistem pengawasan dan integritas pemilu ke depan.

Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita

Tutup
Exit mobile version