Dari Sumenep ke Kalteng Demi “Bisnis Belas Kasih” Menjadi “Pengemis Kaya”
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Beberapa media sebelumnya telah mengangkat keberadaan “Kampung Pengemis” di Desa Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep. Mengutip repository.unair.ac.id, mayoritas penduduk di desa tersebut berprofesi sebagai pengemis, bahkan termasuk mereka yang hidup berkecukupan.
Studi dari library.unmer.ac.id menyebutkan bahwa motif masyarakat mengemis adalah budaya turun-temurun yang diperkuat oleh kualitas sumber daya manusia yang rendah, mengakibatkan pola pikir yang kurang kreatif dan pandangan hidup yang sempit.
Analisis Sosiologis: Lemahnya Pengawasan Sosial
Menurut Yuliana, praktik mengemis sebagai strategi untuk meraup keuntungan menunjukkan adanya celah dalam sistem sosial dan lemahnya pengawasan masyarakat. “Ini bukan lagi semata-mata soal kemiskinan, tapi juga soal moral, dan bagaimana masyarakat menilai kerja dan penghasilan,” katanya.
Dosen sosiologi tersebut menilai fenomena pengemis kaya ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja yang dapat diakses oleh warga yang tidak memiliki keterampilan khusus. “Peluang kerja sempit, sistem kesejahteraan tidak merata distribusinya, sehingga masyarakat menciptakan cara sendiri untuk bertahan hidup,” jelasnya.
Perspektif Ekonomi: Perilaku Rasional dengan Dampak Negatif
Dari sudut pandang ekonomi, Suherman menilai perilaku para pengemis sebagai pilihan rasional. “Dalam perspektif ekonomi, perilaku seperti ini bisa disebut perilaku rasional karena mengemis bisa memberikan pendapatan tinggi dengan modal minim,” katanya.