Diduga Serobot 5000 Hektar Hutan Lindung, DPD LMMMDD- KT Bakal Laporkan PT Graha Inti Jaya ke Gakkum KLKH
KAPUAS– DPD LMMMDD- KT Kabupaten Kapuas bakal melaporkan PT Graha Inti Jaya ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLKH).
Laporan ini terkait dugaan penyerobotan Hutan Lindung yang berada di Desa Mantangai Hilir, Desa Pulau Keladan, dan Desa Lamunti Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Sekretaris Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Pemuda Reformasi Kabupaten Kapuas Randu Ramba mewakili DPD LMMDD-KT Kabupaten Kapuas mengatakan tidak menutup kemungkinan pihaknya bakal melaporkan PT Graha Inti Jaya ke Gakkum KLKH.
“(laporkan) Ya, tidak menutup kemungkinan kita akan tempuh jalur hukum kepada PT Graha Inti Jaya,”kata Randu Ramba kepada Cyrustimes.com melalui sambungan selulernya Kamis 30 Januari 2025.
Randu Ramba mengatakan, PT Graha Inti Jaya yang bergerak di komoditi sawit itu diduga telah lama melakukan aksi melawan hukum.
Pasalnya sejak 2009 hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak mengantongi izin di bidang kehutanan terhadap 5000 hektar lahan di kawasan hutan lindung.
“Ini sudah sangat lama ya, lima belas tahun sejak 2009 lalu. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Temuan kita ini hasil dari investigasi dan evaluasi di tahun 2024 kemarin,”urainya.
Sementara itu diberitakan sebelumnya, DPD LMMMDD-KT Kabupaten Kapuas menyoroti dugaan pelanggaran kawasan hutan lindung oleh PT Graha Inti Jaya yang berada di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Rilis yang diterima Cyrustimes.com dari DPD LMMMDD- KT Kabupaten Kapuas, menyebutkan terdapat 5000 hektare lahan yang digunakan oleh PT uang bergerak di komoditi sawit ini tidak memiliki izin di bidang Kehutanan.
5000 hektar lahan yang diduga masuk dalam kawasan hutan lindung berada di Desa Mantangai Hilir, Desa Pulau Keladan, dan Desa Lamunti Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Sekretaris Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Pemuda Reformasi Kabupaten Kapuas Randu Ramba mewakili DPD LMMDD-KT Kabupaten Kapuas dalam keterangannya menyampaikan temuan ini berdasarkan investigasi dan juga evaluasi di tahun 2024 lalu.
“Diduga keras, HGU PT. Graha Inti Jaya No. 86/HGU/BPN RI/2009 tanggal 19 Juni 2009 dan srtifikat HGU PT. Grahan Inti Jaya No. 01 tanggal 25 Juni 2009 masuk dalam kawasan hutan lindung,”kata Randi Ramba Rabu 29 Januari 2025.
Menurutnya, diluar ijin pelepasan kawasan hutan PT Graha Inti Jaya No: 155/Kpts-II/88 yang telah terjadi sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2024, terdapat lahan yang tidak memiliki perizinan dibidang kehutanan seluas ± 5.000 Ha, dengan koordinat : (a). 2° 34’00.31″ LS, 144° 21’57.53″ BT. (b). 2° 33’10.32″ LS, 144° 21’58.91″ BT. (c). 2° 33’04.37″ LS, 144° 22’28.24″ BT. (d). 2° 32’20.71″ LS, 144° 21’13.96″ BT,
“5000 hektar lahan yang diduga masuk dalam kawasan hutan lindung itu berada di Desa Mantangai Hilir, Desa Pulau Keladan, dan Desa Lamunti Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah,”timpalnya.
Terjadi Pembiaran Melawan Hukum
DPD LMMMDD-KT Kabupaten Kapuas menilai telah terjadi pembiaran melawan hukum selama belasan tahun yang dilakukan oleh PT. Grahan Inti Jaya terkait penggunaan kawasan hutan lindung.
Pasalnya sejak 2009 PT Graha Inti Jaya diduga telah menyerobot kawasan hutan lindung seluas 5000 hektar yang digunakan untuk pengembangan komoditi sawit.
“Sungguh sangat disayangkan kejahatan melawan hukum ini telah terjadi sejak tahun 2009, sudah 15 tahun terjadi tapi tidak juga ada aksi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait,”kata Sekretaris LMMMDD- KT Kabupaten Kapuas Randu Ramba.
Menurut Ramba, HGU PT Graha Inti Jaya No. 01, tanggal 25 Juni 2009 yang masuk dalam kawasan hutan lindung di Kecamatan Mantangai seluas 5.000 Ha diduga keras tidak sesuai dengan ijin pelepasan kawasan hutan PT Graha Inti Jaya No. 155/Kpts-II/88 seluas 9.000 Ha yang hanya di wilayah satu Desa Penda Ketapi Kecamatan Kapuas Barat,
Ini juga lanjutnya bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Peraturan Pemerintah RI No. 40 Tahun 1996 yang berbunyi dalam hal tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna dapat dilakukan setelah tanah bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
“Ini juga bertentangan dengan bagian kesatu poin angka 2 huruf (c) INPRES No. 08 Tahun 2018 tentang “melakukan sinkronisasi dengan pelaksana kebijakan Satu Peta yang berkaitan dengan kesesuaian perizinan yang dikeluarkan oleh kementerian / lembaga dengan pemerintah daerah, izin usaha perkebunan dengan HGU, dan keputusan penunjukan atau penetapan kawasan hutan dengan HGU,”pungkasnya. (dn)