Dugaan Pelecehan Hukum Adat oleh Hakim PN Sampit, Massa Geruduk PT Palangka Raya
CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Ratusan massa yang tergabung dalam Kesatuan masyarakat adat Dayak Kalimantan Tengah menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya pada Rabu (14/5/2025). Mereka menyuarakan keberatan atas dugaan pelecehan hukum adat yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sampit dan PT Hutanindo Alam Lestari (HAL).
Koordinator aksi, Erko Morja, menyatakan bahwa masyarakat adat merasa tersinggung, kecewa, dan marah karena hukum adat yang telah berlaku turun-temurun dilecehkan oleh pihak pengadilan.
“Hukum adat wajib dihormati. Hukum adat adalah roh dari hukum nasional. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Siapa yang tidak menghormati adat sebaiknya angkat kaki dari sini,” ujar dengan nada tegas.
Intervensi Terhadap Kewenangan Peradilan Adat
Para demonstran mempermasalahkan keputusan Hakim PN Sampit yang dinilai telah melakukan intervensi terhadap putusan peradilan adat Dayak. Menurut mereka, PN Sampit tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan putusan adat yang telah dikeluarkan oleh lembaga adat setempat.
Kasus ini bermula ketika terjadi sengketa adat yang telah diputuskan oleh Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat. Namun, putusan tersebut kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Sampit, yang memicu kemarahan masyarakat adat.
Menurut pendemo, tindakan hakim tersebut melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah.
“Pasal 27 ayat (1) perda tersebut jelas mengamanatkan bahwa sengketa adat yang diajukan kepada Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat, baik pada tingkat Desa/Kelurahan maupun pada tingkat Kecamatan, wajib untuk diterima, diproses, dan diputuskan,” jelas salah satu orator dengan nada tegas.
Kewenangan Absolut Peradilan
Demonstran menegaskan bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang jelas antara badan-badan peradilan, seperti peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan adat.
“Apa yang dilakukan oleh Hakim PN Sampit bertentangan dengan asas Peradilan tentang Kewenangan Absolut. Urusan peradilan adat tidak boleh diintervensi oleh Peradilan Umum karena peradilan adat diatur secara khusus dalam Peraturan Daerah,” tegas salah satu peserta aksi.
Para demonstran juga mengingatkan bahwa dalam Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
“Hakim sebagai orang yang mulia seharusnya menghormati adat. Sesuai UU Kehakiman, hakim wajib menggali nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal dalam masyarakat,” tambah peserta aksi lainnya.
Tuntutan Demonstran
Dalam aksi tersebut, para demonstran menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain:
- Proses hukum pelanggaran kode etik terhadap Hakim PN Sampit yang telah membatalkan putusan adat
- Pengadilan Tinggi Palangka Raya diminta untuk menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah
- Mendesak semua pihak termasuk Pengadilan Tinggi HAL untuk menghormati dan mematuhi hukum adat yang berlaku di Kalimantan Tengah
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pengadilan Negeri Sampit maupun PT HAL terkait aksi demonstrasi tersebut. Sementara itu, para demonstran berjanji akan terus memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan menuntut keadilan sesuai dengan hukum adat yang berlaku.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita