Gunung Keramat Terancam, Warga Dayak Melawan Tambang Batu Bara di Muara Mea
Air Keruh, Anak-anak Diare
Konflik tak hanya soal wilayah spiritual. Kehidupan praktis warga juga terganggu. Sungai Mea yang sejak dulu menjadi tumpuan air minum dan kebutuhan rumah tangga kini tak lagi aman. Airnya keruh dan beberapa anak dilaporkan mengalami diare setelah mengonsumsinya.
“Sebelumnya kami minum langsung dari sungai, tidak pernah sakit. Tapi setelah tambang aktif, air jadi tidak layak. Kami terpaksa ambil dari Sungai Kenui atau beli galon dari Lampeong,” ujar Bu Mariana, warga Muara Mea.
Keresahan serupa bergema di Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan. Sejak Rabu, 18 Juni 2025, puluhan warga dari empat desa—Muara Singan, Luwir, Bipak Kali, dan Patas I—menggelar aksi damai di Simpang Aster, KM 69 jalan hauling PT MUTU. Aksi dilakukan setiap hari selama dua jam sebagai bentuk tekanan agar perusahaan merespons tuntutan mereka.
“Sudah puluhan kali mediasi, tapi hasilnya nihil. Kami hanya ingin bertemu pimpinan PT MUTU dan menyampaikan aspirasi secara langsung,” tegas M. Ali Hakim, koordinator aksi dari Muara Singan.
Di titik lain, warga Desa Bintang Ara menuntut penyelesaian sengketa lahan yang dijual sepihak oleh kelompok tani. Warga Desa Muara Mea mendesak pengembalian lahan yang dijual tanpa persetujuan oleh mantan kepala desa.
Viral di Media Sosial
Konflik mencuat ke permukaan setelah akun “Info X” mengunggah video yang memperlihatkan air berlumpur dan narasi dugaan pencemaran. Video itu viral dan memicu kemarahan yang lebih besar.
Merespons video tersebut, PT MUTU melalui Senior Manager Government Relations Rakhman Syah mengeluarkan klarifikasi resmi di Buntok pada 19 Juni 2025. “Informasi yang beredar menyesatkan dan tidak sesuai fakta. Hasil laboratorium menunjukkan air Sungai Singan masih dalam kategori layak konsumsi,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan