Selain manipulasi opini publik, MAM juga diduga merusak bukti berupa ponsel yang berisi percakapan strategis antara dirinya dengan tersangka lain. Ia disebut menerima total Rp864,5 juta dari MS, sebagian besar melalui perantara keuangan dan kurir di kantor hukum AALF.
“Tujuannya bukan hanya pembentukan opini, tapi juga mempengaruhi jalannya pembuktian di pengadilan,” ucap Abdul.
Atas perbuatannya, MAM dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana berat. Ia langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Kasus ini memperlihatkan dimensi baru perintangan hukum di era digital, di mana ruang media dan buzzer bisa dijadikan alat untuk memengaruhi persepsi publik sekaligus proses penegakan hukum.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita