PH Korban Dugaan Malapraktik RSUD Palangka Raya Harap Jokowi Kunjungi Kalteng
PALANGKA RAYA – Presiden Jokowi berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Syarif Mohamad Alkadrie, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Kamis 21 Maret 2024 Pagi.
Dilansir dari Kompas.com, dalam kunjungannya Jokowi ingin melihat langsung kualitas pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut.
“Saya berkunjung ke rumah sakit daerah, RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie di Kota Pontianak untuk melihat pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit kepada pasien, kepada masyarakat di sini,” kata Jokowi, dikutip dari Keterangan Biro Sekretariat Presiden, Kamis.
Menurut Jokowi, pelayanan yang dilakukan rumah sakit tersebut sudah cukup baik. Meskipun, masih terjadi antrean pasien per harinya.
Sementara itu, situasi berbeda sedang terjadi di Provinsi tetangga Kalbar yakni Kalimantan Tengah (Kalteng) tepatnya di Kota Palangka Raya yang saat ini pelayanan Kesehatan di RSUD Kota Palangka Raya menjadi sorotan publik.
Pasalnya, masyarakat dibuat heboh atas adanya kasus dugaan Malapraktik yang menimpa bayi berusia 7 hari usai menjalani operasi di RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya.
Pendamping Hukum (PH) orang tua bayi korban, M.H.Roy Sidabutar SH, memberi respon atas kunjungan Presiden Jokowi di RSUD Kota Pontianak.
“Terkait kunjungan pak Jokowi ke RSUD Pontianak kemarin sebenarnya membuat saya sedikit iri. Karena, pak Jokowi menilai pelayanan kesehatan RSUD disana cukup baik, tapi lihat kualitas pelayanan kesehatan RSUD disini (Palangka Raya), berbanding jauh,” kata Roy saat dikonfirmasi, Jum’at 22 Maret 2024.
Roy menyampaikan, kasus yang ditanganinya saat ini sudah semestinya menjadi perhatian pemerintah pusat.
“Semoga Pak Jokowi berkenan mengunjungi Kalimantan Tengah khususnya RSUD di Kota Palangka Raya dan memonitori langsung kualitas pelayanan Kesehatan disini, agar hal serupa tidak terjadi kedepannya,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus bermula saat dunia kesehatan dihebohkan dengan adanya dugaan kasus malapraktik yang dilakukan oleh pihak RSUD Doris Sylvanus Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Pasalnya, pihak RSUD Doris Sylvanus diduga telah lalai dalam melakukan penanganan kesehatan kepada bayi berusia 7 hari pasca operasi usus yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Orang tua sang bayi, Afner Juliwarno (31) dan Meiske Angglelina Virera Tambunan (28) didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Genta Keadilan mendatangi SPKT Polda Kalteng untuk melaporkan hal tersebut.
Menurut advokat LBH Genta Keadilan, Roy Sidabutar, kematian bayi dari kliennya diduga karena kelalaian dari tenaga medis dan atau tenaga kesehatan di RSUD Doris Sylvanus.
“Dugaan tidak serius dan lalainya tenaga medis dalam hal penempatan bayi pasca operasi tidak diruang khusus bayi, padahal bayi yang baru lahir itu sangat rentan sebagaimana perawatan Neonatal pada bayi,” Kata Roy kepada cyrustimes, Senin 5 Februari 2024.
Ia menjelaskan, pihak orang tua korban sudah melaporkan secara resmi RSUD Doris Sylvanus ke Polda Kalteng dengan dugaan terjadi malpraktik sebagaimana Pasal 440 ayat (2) UU No 17 Tahun 2023.
“Adapun anak itu masih berstatus bayi, yang menurut amanat UU No 17 Tahun 2023 pasal 41 ayat (1), bahwa upaya kesehatan bayi itu harus maksimal, yang artinya kami melihat bahwa penanganan bayi dalam kasus ini tidak serius dan tidak maksimal bahkan terindikasi ada kelalaian sehingga berakibat fatal bagi keselamatan bayi tersebut,” jelasnya.
Pihaknya mengaku, tujuan LBH Genta Keadilan mendampingi keluarga korban atas dasar rasa kemanusiaan yang terjadi dalam dunia kesehatan khususnya pelayanan medis terhadap anak.
“Kami meminta pada Kapolda Kalteng untuk segera menindaklanjuti pengaduan ini sebagai bentuk proses penegakkan hukum. Kami juga mohon dukungan media untuk mengawasi proses hukum ini,” tutupnya.
Kronologi Singkat Terjadi Dugaan Malapraktik
Menurut keterangan ayah sang bayi, Afner Juliwarno, bayi mereka yang diberi nama dengan inisial AB, lahir melalui proses persalinan sesar di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah pada 9 Januari 2024.
Pada hari yang sama, AB dirujuk ke RSUD Doris Sylvanus karena mengalami muntah-muntah saat diberi susu.
Setelah menjalani proses pemeriksaan, dokter mendiagnosis AB mengalami megacolon congenital, yaitu kondisi tidak adanya ganglion saraf pada usus besar sehingga menyebabkan sulit buang air besar (BAB).
Kemudian, dokter merekomendasikan untuk dilakukan operasi, meski saat itu, pihak orang tua merasa ragu, karena diketahui usia AB baru 7 hari.
Usai menyetujui tindakan operasi, pihak RSUD Doris Sylvanus melangsungkan operasi pada 16 Januari dan berjalan lancar. Namun, orang tua mengamati ada beberapa kali monitor detak jantung dan selang oksigen AB terlepas pasca operasi.
Kondisi AB kedapatan memburuk pada 23 Januari, dengan perut membesar dan tubuh menguning. AB akhirnya dipindahkan ke ruang ICU, namun nyawanya tak tertolong dan meninggal pada 25 Januari 2024.
Orang Tua AB menduga telah terjadi infeksi pada luka operasi yang tidak ditangani dengan baik dan pengawasan medis tidak memadai setelah operasi.
Lantas mereka melaporkan hal itu ke Polda Kalteng pada Senin 5 Februari 2023 karena adanya dugaan malpraktik medis yang dilakukan pihak RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya kepada anaknya.
Temuan Fakta Baru
Orang tua dari bayi yang diduga menjadi korban malapraktik tenaga medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus Palangka Raya Kalimantan Tengah (Kalteng) kini menemukan fakta baru.
Korban bernama Abraham Benjamin, bayi berusia 23 hari, anak dari pasangan Afner Juliwarno dan Meiske Angglelina meninggal dunia usai menjalani operasi usus di RS Doris Sylvanus pada Senin 5 Februari 2024 lalu.
Kuasa hukum Afner dan Meiske, MH Roy Sidabutar mengatakan, baru terungkap jika tindakan medis yang diberikan kepada Abraham tidak dilakukan oleh dokter spesialis. Sementara, saat Abraham menjalani operasi, bayi tersebut baru berusia 7 hari.
“Rumah Sakit Muhammadiyah merujuk ke RSUD Doris Sylvanus untuk ditangani oleh dokter bedah anak, tapi faktanya, operasi dilakukan oleh dokter bedah umum,” terang Roy di Palangka Raya, Jumat (23/2/2024).
Roy berharap, temuan Fakta baru tersebut diharapkan bisa memperkuat kasus dugaan malpraktik yang dilakukan pihak RSUD Doris Sylvanus terhadap Abraham Benjamin.
“Tadi pagi kedua orangtua bayi telah menemui penyidik di Subdit Renakta Polda Kalteng dan menyampaikan fakta tersebut. Semoga kasus ini segera menemui titik terang,” ujar Roy.
Berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) yang diterima pelapor, penyidik telah memanggil lebih dari 20 saksi dalam kasus ini. Sementara status kasus masih dalam tahap penyelidikan.
Sebelumnya, orang tua dari bayi korban dugaan Malpraktik Rumah RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya telah memenuhi panggilan tim penyidik Polda Kalteng pada Selasa 13 Februari 2024.
Afner Juliwarno dan Mesike Angglelina Virera diperiksa tim penyidik dari Reknata Ditreskrimum Polda Kalteng untuk memberi kesaksian atas laporan dugaan Malpraktik yang menimpa sang buah hati.
Orang tua bayi melalui pengacaranya dari LBH Genta Keadilan, MH Roy Sidabutar SH mengatakan, pemeriksaan berlangsung kurang lebih 10 jam lamanya.
“Mulai pukul 09.00 WIB sampai 19.30 WIB orang tua dari almarhum yang diduga menjadi korban malpraktik sudah memberikan keterangan semua secara detail kepada pihak penyidik, mulai dari saat bayi AB baru dilahirkan, operasi hingga meninggal dunia,” Kata Roy kepada awak media.
Menurutnya, terdapat kejanggalan atas meninggalnya AB dalam penanganan medis yang dilakukan pihak RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya.
“Kami merasa janggal dan menduga ada unsur malpraktik, karena di dalam ruangan itu ada dua bayi tetapi hanya AB yang dioperasi, sedangkan bayi satunya tidak. Ini menjadi kejanggalan bagi kami, siapa yang melakukan operasi pada almarhum,” ungkap Roy.
DPRD Kalteng Panggil Direktur RSUD Doris Sylvanus
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mengundang Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus Palangka Raya buntut kasus dugaan malapraktik terhadap bayi hingga korban meninggal dunia.
Pemanggilan dilakukan berdasarkan surat nomor 005/110/DPRD/2024 dikeluarkan tanggal 23 Februari 2024 dan bersifat penting dalam rangka Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPRD Kalteng dengan Direktur RSUD Doris Sylvanus.
Ketua Komisi III DPRD Kalteng, Siti Nafsiah mengatakan undangan pemanggilan RDP tersebut baru dilayangkan lantaran baru mendapatkan persetujuan dari Ketua DPRD setempat dan masa Pemilu beberapa waktu lalu.
“Ya saya baru dapat persetujuan dari Ketua kemarim by phone, makanya undangan baru bisa kami buat kemarin, dan terlebih kami semua masih sibuk mengamankan suara di Dapil,” kata Siti Nafsiah saat dikonfirmasi, Sabtu 24 Februari 2024.
Ia membenarkan salah satu poin yang akan dibahas yakni terkait adanya aduan dugaan malpraktik RSUD Doris Sylvanus terhadap bayi berusia 7 hari hingga meninggal dunia.
“Ya itu poinnya juga, disamping layanan lain yang banyak dikeluhkan masyarakat,” ungkapnya.
RDP nantinya akan dipimpin oleh Ketua Komisi III DPRD Kalteng, Siti Nafsiah yang dilakukan secara tertutup.
“Komisi III saja, secara tertutup tetapi hasilnya akan kami publis,” pungkasnya.
Diketahui berdasarkan surat pemanggilan tersebut, Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya diminta untuk hadir dalam RDP, yang digelar hari Senin, 26 Februari 2024, Pukul 10.00 WIB, di Ruang Rapat Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.
Makam Alm AB Dibongkar
Perjuangan orang tua korban dugaan malapraktik RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya dalam mencari keadilan hukum terus berlanjut. Kini makam sang buah hati terpaksa harus dibongkar kembali untuk dilakukan autopsi.
Kuasa Hukum orang tua korban, Roy Sidabutar mengatakan, kliennya meminta untuk dilakukan autopsi pada jasad sang bayi.
“hari ini pukul 07:00 pagi, kami telah membongkar makam Alm AB untuk dilakukan Tindakan autopsi di RS Bhayangkara Palangka Raya,” Kata Roy di Palangka Raya, Senin 11 Maret 2024.
Menurutnya, tindakan autopsi diperlukan untuk menambah alat bukti lain dalam kasus dugaan malapraktik ini.
“Seperti yang sudah kami utarakan kepada penyidik sejak awal, bahwa tindakan terhadap Alm AB apakah sudah sesuai prosedur,” kata Roy di Palangka Raya.
Namun dalam perjalanannya, pihaknya mendapati bahwa kondisi jasad Alm AB sudah tidak bisa untuk dilakukan tindakan autopsi.
“Autopsi hari ini tidak mendapatkan hasil apa-apa, karena kondisi jenazah yang telah rusak sangat, tapi kami tetap berharap kepada tim penyidik untuk tidak menyerah,” ujar Roy.
Selain untuk menambah alat bukti, pihaknya juga mendapati kejanggalan lainnya pasca operasi yang menambah kuatnya dugaan malaprakter terhadap Alm AB.
“kenapa jantung Alm AB jadi berlubang, padahal sakitnya ada di bagian usus. Dan sejak awal dokter terang mengatakan bahwa tindakan yang akan diambil adalah 2 tahap,” tuturnya.
Tapi, Lanjut Roy, dengan catatan, antara tindakan pertama dengan tindakan kedua, harus berselang antara 3 sampai 6 bulan.
“tapi kenapa malah 2 tindakan tadi dlakukan sekalian, dari beberapa literasi yang kami temukan, tindakan operasi terhadap bayi seperti umur Alm AB tidak boleh dlakukan pemotongan usus,” jelasnya.
Selain itu, Roy juga turut berterima kasih kepada seluruh pihak yang sudah ikut membantu dalam rangkaian jalannya proses pada saat itu.
“Kami dari tim PH menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tindakan autopsi hari ini,” pungkas Roy.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita