Kalimantan Tengah

Ritual Adat Hinting Pali, Kearifan Lokal Dayak Kalimantan Tengah dalam Penyelesaian Konflik Lahan

Masyarakat Dayak biasa menyebutnya Ancak, dalam melaksanakan Ritual Adat Hinting Pali.

PALANGKA RAYA – Dalam arus modernisasi dan konflik agraria yang semakin kompleks, masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah masih mempertahankan ritual adat Hinting Pali sebagai salah satu metode resolusi konflik alternatif. Ritual ini terbukti efektif dalam membuka komunikasi antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan jurnal dari Yuliana, peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya, ritual Hinting Pali telah menjadi jembatan penyelesaian sengketa antara Komunitas Adat Tamanggung Doho dengan PT Karya Dwi Putera (PT KDP) di Desa Tumbang Marak, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan.

Konflik Tanah Adat yang Berlarut-larut

Konflik bermula ketika PT KDP yang beroperasi sejak tahun 2003 menggarap tanah adat seluas 10.000 hektar milik Komunitas Adat Tamanggung Doho. Perusahaan tersebut juga menggusur situs budaya Betang Sangkuwu yang memiliki nilai historis bagi komunitas adat setempat.

“Bagi komunitas adat Tamanggung Doho, tanah adalah ‘petak te eka matei belum’ atau tempat hidup dan mati. Ini menunjukkan keterkaitan erat hubungan antara mereka dan tanah yang diwariskan leluhurnya,” jelas Yuliana dalam jurnalnya.

Tuntutan komunitas adat terhadap PT KDP meliputi pembangunan kembali Balai/Betang (rumah adat suku Dayak), pembukaan akses jalan menuju lokasi situs, pembayaran ganti rugi denda adat senilai Rp2,85 miliar, dan pengembalian tanah adat seluas 10.000 hektar dengan kompensasi Rp30 miliar.

Hinting Pali: Membuka Komunikasi yang Tertutup

Setelah tuntutan komunitas adat tidak digubris selama bertahun-tahun (2008-2012), pada 2 Juni 2013, Damang selaku kepala adat bersama komunitas adat Tamanggung Doho melakukan ritual Hinting Pali dengan memasang portal yang memblokir jalan utama perusahaan.

“Hinting atau portal yang terpasang dijaga oleh Komunitas Adat Tamanggung Doho berjumlah kurang lebih seratus orang yang menggunakan atribut Mandau (senjata khas suku Dayak),” tulis Yuliana.

Dalam ritual tersebut, rotan yang diberi Daun Sawang dipasang melintang di jalan utama perusahaan, disertai penaburan beras kuning oleh Basir (tokoh agama Kaharingan) selaku pemandu ritual. Pemasangan portal ini mengakibatkan terhentinya aktivitas pengangkutan hasil panen kelapa sawit.

Strategi ini berhasil. Setelah satu bulan pemblokiran, pihak perusahaan akhirnya bersedia melakukan negosiasi. PT KDP membayar denda adat senilai Rp20 juta dan membuka komunikasi untuk penyelesaian konflik melalui mediasi yang dilaksanakan di Hotel Aman, Tumbang Samba.

Legitimasi Hukum dan Peraturan Daerah

Ritual Hinting Pali bukan sekadar tradisi turun-temurun, melainkan memiliki landasan hukum yang kuat melalui beberapa peraturan daerah di Kalimantan Tengah:

  1. Peraturan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 1998 tentang Kedamangan
  • Menetapkan status Damang sebagai Kepala Adat yang memiliki otoritas dalam pelaksanaan hukum adat
  • Memberikan dasar hukum bagi keberadaan struktur adat Kedamangan yang menjadi pelaksana ritual Hinting Pali
  1. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008
  • Dalam Pasal 8 peraturan ini diatur kewenangan Damang sebagai pemimpin adat berdasarkan kepercayaan masyarakat hukum adat Dayak
  • Menjadi landasan bagi Damang untuk melaksanakan ritual-ritual adat termasuk Hinting Pali
  1. Peraturan Adat Dayak Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tugas dan Wewenang Peradilan Adat Dayak Kalimantan Tengah
  • Secara spesifik mengatur tentang pelaksanaan Hinting Pali sebagai bagian dari sistem peradilan adat
  • Menetapkan bahwa pemasangan Hinting (portal adat) merupakan kewenangan khusus para Damang
  • Mengatur prosedur pelaksanaan dengan prinsip kehati-hatian agar yang diperjuangkan dapat diterima dan dipertanggungjawabkan
  • Menegaskan bahwa “pemasangan hinting bertujuan agar para pihak segera memberi respon sehingga sengketa tersebut segera diselesaikan”
  1. Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan Umum Bidang Pertanahan di Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 29 Oktober 2012
  • Hasil pertemuan ini memberikan legitimasi pada Damang untuk memiliki hak dan kewenangan melaksanakan upacara adat Hinting
  • Menjadi dasar koordinasi antara pemerintah daerah dengan lembaga adat dalam penanganan konflik pertanahan

Integrasi antara sistem hukum formal dan hukum adat ini menunjukkan pengakuan negara terhadap kearifan lokal masyarakat Dayak dalam penyelesaian konflik.

Perdebatan Makna Hinting Pali

Meskipun demikian, masih terdapat perdebatan tentang makna Hinting Pali. Para Basir atau Pisur (tokoh agama Kaharingan) memahami Hinting Pali sebagai ritual keagamaan, sementara tokoh adat Kedamangan melihatnya sebagai upaya mempertahankan hak-hak kepemilikan atas tanah.

“Hinting pali dibedakan menjadi dua bagian penting, yaitu hinting pali secara adat dan hinting pali secara ritual Hindu Kaharingan, karena hinting pali adalah ritual bagi agama Hindu-Kaharingan,” tulis Yuliana mengutip penelitian Dedy (2019).

Sementara itu, Usop (2015) memandang hinting sebagai “tradisi sebuah upacara ritual yang diwariskan oleh para leluhur masyarakat Dayak dalam rangka mempertahankan hak-hak kepemilikan atas tanah yang diserobot oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.”

Perbedaan Istilah dalam Berbagai Wilayah

Sementara itu, Ketua Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI) Kabupaten Kotawaringin Barat, Martin Kukung sedikit mengoreksi jurnal Ritual Adat Hinting Pali tersebut.

Martin menjelaskan bahwa Hinting Pali berasal dari bahasa timur Kalimantan Tengah. “Kalau di barat Kalimantan Tengah sering disebut Mahintikng atau mamotas. Substansi sama bahasa juga hanya beda melafalkan saja, sesungguhnya sama,” jelasnya.

Ia menyampaikan bahwa Mahinting sendiri merupakan bagian hukum adat Dayak yang dilakukan ahli penutur lisan kaharingan yang diberi kewenangan oleh pemerintahan adat setempat. “Peruntukan hinting ini untuk menghindari konflik atau sengketa yang sekian lama tidak selesai agar diselesaikan. Sangat sakral bagian dari hukum adat,” tambahnya.

Ia juga sedikit mengkoreksi terkait cara penyebutan bahasa yang terdapat dalam jurnal, yang menurutnya tidak sesuai. “Kemudian di Kalimantan Tengah sebenarnya disebut kaharingan. Agama asli Dayak adalah kaharingan, hampir di setiap kabupaten di Kalimantan tengah khususnya, sudah ada peraturan daerahnya baik pemerintah adat atau kedamangan” pungkasnya.

Model Resolusi Konflik Asimetris

Yuliana dalam jurnalnya menyimpulkan bahwa ritual adat Hinting Pali merupakan model resolusi konflik alternatif yang efektif dalam situasi konflik asimetris, di mana terdapat ketidakseimbangan kekuasaan antara perusahaan dan masyarakat adat.

“Keberhasilan ritual adat Hinting Pali tidak lepas dari faktor solidaritas kelompok komunitas adat Tamanggung Doho, ketepatan sasaran pemasangan hinting yaitu di jalan utama perusahaan, dan kekuatan yang terdapat pada hinting adalah berupa kemampuan intervensi terhadap pihak perusahaan,” tulis Yuliana.

Meski mediasi yang dilakukan kemudian mengalami kebuntuan (deadlock), ritual Hinting Pali telah berhasil membuka komunikasi dan mengubah dinamika konflik. Ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat menjadi alternatif penyelesaian konflik di tengah dominasi pendekatan formal-legalistik.

Keberadaan ritual adat Hinting Pali menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai budaya lokal masih relevan dalam menghadapi tantangan zaman. Di tengah maraknya konflik agraria, masyarakat adat Dayak Kalimantan Tengah telah menunjukkan bahwa kearifan lokal yang didukung oleh legitimasi peraturan daerah dapat menjadi solusi yang efektif dalam membuka ruang dialog dan komunikasi.

Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita

Tutup
Exit mobile version