Vonis 8 Tahun Justice Collaborator Kasus Polisi Tembak Warga, Tak Mencerminkan Status JC
CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Kuasa hukum Muhammad Haryono mengkritik keras vonis 8 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Palangka Raya kepada kliennya. Parlin B Hutabarat menyebut putusan tersebut sama sekali tidak mencerminkan status Haryono sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus penembakan warga sipil yang melibatkan Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto.
“Vonis ini sama sekali tak menggambarkan status klien kami sebagai JC,” ujar Parlin dalam konferensi pers di Jalan Kalibata, Kota Palangka Raya, Selasa (27/5/2025).
Haryono, sopir taksi online yang awalnya menjadi saksi kunci, divonis bersalah atas tuduhan pencurian dengan kekerasan dalam keadaan memberatkan yang mengakibatkan kematian dan turut serta menyembunyikan kematian. Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim Muhammad Ramdes pada Senin, 19 Mei 2025.
Dalam sidang yang sama, Anton Kurniawan divonis penjara seumur hidup atas penembakan Budiman Arisandi, sopir ekspedisi asal Banjarmasin yang menjadi korban.
Parlin membantah tudingan dalam pertimbangan hakim yang menyebutkan Haryono sempat mengancam korban. “Klien kami tidak tahu akan terjadi hal itu, dan terdakwa Anton mengakui dia lah yang menembak,” tegasnya.
Menurutnya, Haryono justru trauma menyaksikan Anton menembak mati Budiman Arisandi. Saat kejadian, Anton meminta Haryono mengemudikan mobilnya dan mengaku sebagai anggota Polda Kalimantan Tengah yang sedang menelusuri informasi tentang pungutan liar.
“Hakim tidak mempertimbangkan kondisi psikologi Haryono sehingga terpaksa terlibat dalam kasus ini,” kata Parlin. Dia menilai kliennya berada dalam posisi sulit karena berada dalam tekanan dari seorang oknum polisi bersenjata.
Parlin juga menyoroti ironi kasus ini, di mana Haryono yang awalnya melaporkan kejahatan Anton justru ikut menjadi tersangka. “Ini menunjukkan betapa rumitnya posisi klien kami,” jelasnya.
Tim kuasa hukum kini tengah menyiapkan memori banding yang akan segera disampaikan ke Pengadilan Tinggi Palangka Raya. “Kita keberatan dengan vonis 8 tahun. Kita akan ulas di memori banding,” ujar Parlin.
Parlin berharap pada tingkat banding, majelis hakim dapat melihat kasus ini secara menyeluruh dan mempertimbangkan trauma psikologis yang dialami kliennya. “Kami berharap majelis hakim melihat kasus ini secara keseluruhan, bukan hanya parsial dan fokus pada tuntutan pasal saja,” pungkasnya.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita