Hukum Kriminal

Vonis Sesat di Tanah Dayak: Kades Tempayung Dikriminalisasi, Hakim Dilaporkan

Tim advokasi keadilan untuk Tempayung menyerahkan dokumen aduan di Komisi Yudisial. Foto Dokumentasi AMAN Pangkalan Bun.

Kriminalisasi Perjuangan Adat

Jaksa Penuntut Umum, Nurike Rindhahayuningpintra, menuntut Syachyunie dengan hukuman satu tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun pada 11 Maret 2025 lalu. Tuntutan ini menuai kritik keras dari berbagai elemen masyarakat sipil.

Kuasa Hukum Kades Tempayung, Gregorius Retas Daeng (tengah) bersama tim kuasa hukum lainnya saat mengikuti proses sidang di PN pangkalan Bun, (07/3).

“Tuntutan satu tahun, dua tahun, atau lebih, bagi kami adalah bentuk pembungkaman perjuangan rakyat. Ini adalah cara mengkriminalisasi warga negara yang menuntut haknya,” tegas Gregorius saat itu.

Tim penasihat hukum menegaskan, jaksa dan majelis hakim gagal membuktikan keterlibatan langsung Syachyunie dalam tindakan pemortalan. Fakta persidangan menunjukkan tidak ada saksi fakta yang memberatkan Kades Tempayung, kecuali tiga karyawan PT Sungai Rangit yang memberikan keterangan tidak konsisten.

Tujuh Kejanggalan Hukum

Koalisi Masyarakat Sipil turut mengungkap tujuh kejanggalan dalam proses hukum kasus Kades Tempayung. Agung Sesa, Juru Bicara Koalisi Keadilan untuk Tempayung, menjelaskan temuan tersebut dalam aksi di depan kantor Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah, Selasa (6/5/2025).

Pertama, Penuntut Umum mengabaikan substansi pembelaan terdakwa dengan hanya mengulang dakwaan tanpa memberikan tanggapan berarti terhadap pleidoi. Kedua, penentuan kerugian PT Sungai Rangit tidak melibatkan pihak independen, melainkan hanya didasarkan pada testimoni internal perusahaan.

Tutup
Exit mobile version