PALANGKA RAYA – Pemerintah Indonesia kini telah mengizinkan aborsi terutama bagi para Wanita yang menjadi korban pemerkosaan atau kekerasan seksual.

Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 26 Juli 2024.

Aborsi itu sendiri dapat dilakukan jika ada indikasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu atau jika janin memiliki cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki. Selain itu, aborsi juga diperbolehkan bagi korban pemerkosaan atau kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.

Dengan adanya PP tersebut, Praktisi Hukum di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Suriansyah Halim turut merespons dengan menyebut langkah ini bertujuan untuk keselamatan.

“Dari pandangan atau kacamata hukum yang saya pahami, dikeluarkannya PP tersebut tidak ada yang salah karena bertujuan baik bagi keselamatan ibu, dan atau janin yang akan diaborsi. Dan juga dipastikan dulu apakah sehat atau cacat, jadi tidak sembarangan,” kata Halim kepada cyrustimes, Minggu 4 Agustus 2024.

Halim menambahkan, semua sudah tentu melalui proses penilaian oleh beberapa ahli dibidangnya. “Sehingga aborsi menjadi jalan terakhir dan terbaik baik korban atau ibu hamil tersebut,” tambahnya.

Halim menjelaskan, izin aborsi bagi korban pemerkosaan atau kekerasan seksual diberikan bertujuan untuk melindungi kesehatan fisik dan mental korban.

“Kehamilan akibat pemerkosaan atau kekerasan seksual dapat menyebabkan trauma psikologis yang mendalam dan berkelanjutan. Selain itu, kondisi ini juga dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi ibu, baik secara fisik maupun emosional,” jelasnya.

Dengan memberikan izin aborsi dalam kasus-kasus ini, pemerintah berusaha memberikan perlindungan dan dukungan kepada korban, serta membantu mereka untuk pulih dari pengalaman traumatis tersebut.

“Tapi izin tidak sembarangan atau secara otomatis bisa bagi setiap orang dengan kasus yang serupa, ada beberapa prosedur dan tahapan yang harus dilalui,” tutupnya.

Berikut prosedur aborsi dalam kasus pemerkosaan di Indonesia diatur dengan ketat untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan korban. Berikut adalah langkah-langkah umum yang harus diikuti:

  1. Konseling Pra-Tindakan: Korban harus menjalani sesi konseling dengan konselor yang terlatih untuk memastikan bahwa keputusan untuk melakukan aborsi adalah keputusan yang tepat dan dipahami sepenuhnya oleh korban.
  2. Surat Keterangan Dokter: Dokter harus memberikan surat keterangan yang menyatakan usia kehamilan dan mengonfirmasi bahwa kehamilan tersebut adalah hasil dari pemerkosaan.
  3. Keterangan dari Penyidik: Korban harus mendapatkan keterangan dari penyidik yang menyatakan adanya dugaan pemerkosaan atau kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan.
  4. Pelaksanaan Aborsi: Aborsi harus dilakukan oleh tenaga medis yang berkompeten di fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat. Prosedur ini harus dilakukan sebelum usia kehamilan mencapai 14 minggu.
  5. Konseling Pasca-Tindakan: Setelah aborsi dilakukan, korban harus menjalani sesi konseling lanjutan untuk membantu proses pemulihan fisik dan mental.

Prosedur ini dirancang untuk memberikan perlindungan maksimal kepada korban dan memastikan bahwa aborsi dilakukan dengan aman dan sesuai dengan hukum yang berlaku.