Dakwaan JPU Dinilai tidak Jelas, PH Ben Brahim dan Ary Egahni Minta Dakwaan Dibatalkan?

Ketua Tim Penasehat Hukum Ben Brahim S Bahat - Ary Egahni, Regginaldo Sultan saat diwawancarai awak media (bintang)

PALANGKARAYA– Sidang lanjutan kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni berlanjut di pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis 24 Agustus 2023.

Terdakwa Ben Brahim dan istrinya Ary Egahni hadir langsung di pengadilan. Sidang tersebut diketuai majelis hakim pengadilan Tipikor, Agung Sulistiyono.

Penasehat hukum (PH) terdakwa Ben Brahim dan Ary Egahni menyampaikan Nota keberatan atas Dakwaan penuntut umum. ia menyampaikan ada beberapa poin nota keberatan terhadap surat dakwaan penuntut umum tersebut.

“Secara garis besar yang pertama adalah bahwa surat dakwaan terbatas pada syarat formal, yang pertama terkait dengan penyebutan terdakwa II Ary Egahni, berdasarkan KTP, bernama lengkap Ary Egahni Ben Bahat,” kata Regginaldo Sultan.

Regginaldo Sultan melanjutkan, Terkait dengan pengenaan pasal 18 undang-undang Tipikor, dimana penerapan pasal 18 adalah penerapan pasal yang di Juncto-kan dengan pasal 2 dan 3 undang-undang Tipikor.

“Dalam pasal 2 dan 3, secara garis besar adalah delik yang terkait dengan keuangan negara. Terhadap perkara kliennya bukan perkara kerugian keuangan negara. Namun, lebih kepada tudingan gratifikasi dan meminta, menerima, memotong kepada penyelenggara lain,”ujarnya.

Menurutnya, dalam dakwaan ke satu JPU, ada hal-hal yang tidak jelas dan tidak lengkap, seperti dalil penerimaan uang dari PT Global Indo Agung Lestari dan penerimaan uang dari PT Dwi Warna Karya sejumlah total Rp 1,30 miliar.

“Dalam dakwaan, di situ kita tidak bisa melihat secara jelas dan lengkap bahwa setelah uang itu diterima melalui rekening atas nama Cristian Adinata sopir atau protokol pemkab Kapuas kelanjutannya tidak ada. Yang menjadi soal adalah, masalah itu harus terurai dengan jelas dan lengkap,” ungkapnya.

“Misalnya setelah uang itu diterima, lalu kapan diberikan kepada terdakwa, di mana, bagaimana cara memberikannya. Hal-hal ini yang kemudian harus bisa diuraikan dengan jelas dan lengkap sebagaimana dan Marwah pasal 12 B UU Tipikor,” sambungnya.

Ia menjelaskan, dakwaan Pasal 12 B sangat berkaitan dan relevan dengan pasal 12 C karena, pasal 12 C adalah sambungan dari pasal 12 B dan pasal 12 C gambaran umumnya adalah ketika penyelenggaraan negara atau PNS diduga menerima uang dari hasil gratifikasi diberikan waktu 30 hari untuk mengembalikan ketika lewat dari 30 hari maka pasal 12 B menjadi hidup.

“Menjadi pertanyaan dalam dalil dakwaan, kapan Cristian Adinata memberikannya ke terdakwa I (Ben Brahim) atau secara bersama-sama dengan terdakwa II (Ary Egahni) ini tidak terjawab,” ungkapnya.

Dalam pembuktian nanti, karena dalilnya tidak lengkap, dalil tersebut tidak bisa dibuktikan dan menjadi permohonan pihaknya agar dakwaan dibatalkan atau batal demi hukum.

“Dalam penerimaan uang Adi Candra terkait dengan urusan-urusan kemenangan Pilkada Kapuas tahun 2017, Pileg 2019 dan pilgub 2020 kita melihat bahwa ini hanya pernyataan dari satu orang saksi atas nama Adi Candra. Apakah memang ini dibuktikan dengan alat bukti lain mari sama-sama kita praktekan di persidangan,” ungkapnya.

Pihaknya juga siap untuk menangkis dan membantah tudingan tersebut dari pilkada Kapuas tahun 2017, Pileg 2019 dan Pilgub 2020. Menurutnya, di situ semua jelas lantaran sudah ada dokumen-dokumen hasil dari pelaksanaan perhelatan tersebut.

“Apakah yang dituding ada penerimaan dugaan sebesar Rp 4.380.000.000 Miliar benar-benar diberikan?, ketika memang diberikan, kepada siapa?, ini yang menjadi pertanyaan. Kami menyimpulkan dalil ini tidak jelas dan tidak lengkap,” tandasnya.

Loading poll ...
Tutup
KERJA SAMA DENGAN KAMI_20250629_231916_0000

You cannot copy content of this page