PALANGKA RAYA – Masyarakat Dayak Desa Marapit Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) melaporkan PT Bina Sarana Sawit Utama (PT BSSU) ke Ditreskrimum Polda Kalteng atas dugaan tindak pidana penyerobotan tanah adat.
Ketua Kalteng Watch, Men Gumpul sebagai Pendamping Hukum para pelapor mengatakan, pada hari ini kami kedatangan Masyarakat Pujon dengan membawa suatu persoalan dan sudah melaporkan ke Polda Kalteng dengan membawa dokumen kepemilikan sah.
“Tanah mereka diklaim atau diserobot oleh salah satu Perusahaan besar sawit yang bernama PT Bina Sarana Sawit Utama atau PT BSSU,” Kata Gumpul kepada awak media, Senin 29 Januari 2024.
Pasalnya, pihak PT BSSU diduga telah menyerobot tanah adat Dayak milik masyarakat Desa Marapit seluas 113,5 Ha.
“Tanah ini milik ahli waris Ajak Jaya atas nama enam orang anaknya, sudah digarap pihak PT BSSU sejak tahun 1945, luar biasa sekali,” jelas Gumpul.
Lanjut Gumpul menjelaskan, selain tanah milik masyarakat, PT BSSU juga menggarap tanah yang berdiri Situs Budaya.
“Pihak PT juga menduduki yang diatasnya berdiri situs budaya yang bernama Karamat Ongko Mangku Suling atau Amai Suling,” terangnya.
Gumpul memaparkan, selain terdapat situs budaya, lokasi tersebut terdapat kebun buah dan daerah yang dilarang untuk di gusur.
“Ada Kaleka disana, yaitu kebun buah produktif dan menurut informasi disana juga ada daerah yang tidak boleh di gusur, namanya Paewan, faktanya saat ini keduanya kini telah digusur oleh pihak PT BSSU,” paparnya.
Gumpul menjelaskan, sebelum tanah tersebut digusur, pada tahun 2014 pihak ahli waris telah mematok batas tanah seluas 113,5 Ha.
“Mengapa luasnya hingga demikian, karena masyarakat Dayak memiliki budaya yaitu ladang berpindah, tapi bekas ladangnya itu selalu ditanami buah buahan,” jelasnya.
Ia menambahkan, Pihak ahli waris masih mempertanyakan dasar pihak PT BSSU telah menyerobot tanah adat tersebut.
“Menurut informasi yang beredar, konon katanya pihak PT BSSU membeli, tapi pihak ahli waris tidak tahu siapa penjualnya dan penjual tersebut sudah tentu bukan hak nya,” ucapnya.
Gumpul berkesimpulan bahwa pihak PT BSSU dianggap sebagai penadah atau bersekongkol melakukan tindak pidana penyerobotan tanah milik orang lain.
“Mereka (ahli waris) sudah berjuang dan berusaha untuk bertemu dengan pihak PT BSSU sebanyak delapan kali, namun tidak membuahkan hasil,” ujar Gumpul.
Berdasarkan hal tersebut, lanjut Gumpul, pihak ahli waris berusaha mencari tahu dengan mendatangi Kalteng Watch Anti Mafia Tanah.
“Mereka sepakat untuk menempuh jalur hukum pidana dengan pasal 385 KHUP yaitu penyerobotan tanah,” Tutupnya.
Follow cyrustimes di Google Berita
(bin)
