CYRUSTIMES, JAKARTA – Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan. Penetapan tersangka ini dilakukan pada Rabu (7/5/2025) oleh Tim Penyidik yang dipimpin Andi Suci.

Tiga tersangka yang ditetapkan adalah Laksamana Muda TNI (Purn) LNR selaku mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, ATVDH selaku Tenaga Ahli Satelit Kementerian Pertahanan, dan GK selaku CEO Navayo International AG, perusahaan asal Hungaria.

“Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang cukup setelah memeriksa 52 saksi sipil, 7 saksi militer, dan 9 ahli,” kata Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, Andi Suci, dalam konferensi pers, Rabu (7/5/2025).

Andi menjelaskan kasus ini bermula dari penandatanganan kontrak pengadaan antara Kementerian Pertahanan RI dengan Navayo International AG pada 1 Juli 2016. Kontrak senilai USD 34,19 juta (kemudian berubah menjadi USD 29,9 juta) itu ditandatangani oleh LNR selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan GK selaku CEO Navayo International AG.

Selain itu, ditemukan sejumlah penyimpangan dalam proyek tersebut. Pertama, penandatanganan kontrak dilakukan tanpa tersedianya anggaran. Kedua, penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga tidak melalui proses pengadaan barang dan jasa yang semestinya, melainkan berdasarkan rekomendasi dari ATVDH.

Pihak Navayo International AG kemudian mengklaim telah melakukan pekerjaan dengan mengirimkan barang kepada Kementerian Pertahanan RI. Klaim tersebut didasarkan pada empat Certificate of Performance (CoP) yang ditandatangani pejabat Kementerian Pertahanan tanpa dilakukan pemeriksaan terhadap barang terlebih dahulu.

“CoP tersebut telah disiapkan oleh ATVDH dan GK. Padahal seharusnya ada verifikasi barang sebelum penandatanganan,” ungkap Andi.

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampling barang yang dikirim Navayo menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak. Sebanyak 550 handphone yang dikirim bukan merupakan handphone satelit dan tidak terdapat Secure Chip sebagaimana yang dipersyaratkan.

Selain itu, master program yang dibuat Navayo sebanyak 12 buku Milestone 3 Submission, setelah dinilai oleh ahli satelit, disimpulkan tidak dapat membangun sebuah program user terminal sesuai kebutuhan.

“Ini jelas merugikan negara,” kata Andi.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebesar USD 21,38 juta. Sementara itu, berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura, Kementerian Pertahanan RI harus membayar sejumlah USD 20,86 juta karena telah menandatangani CoP.

“Kasus ini menjadi semakin pelik karena adanya permohonan penyitaan aset Indonesia di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris,” ungkap Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer tersebut. Aset yang terancam disita termasuk Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan, dan rumah dinas Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris.