CYRUSTIMES, PONTIANAK – Praktisi hukum senior asal Kalimantan Barat, Tatang Suryadi, angkat suara terkait masih banyaknya praktik penarikan paksa kendaraan oleh perusahaan pembiayaan dan debt collector tanpa prosedur hukum. Ia menegaskan, tindakan tersebut bertentangan dengan hukum, terlebih bila dilakukan tanpa keterlibatan pengadilan.
“Yang berhak melakukan penyitaan hanya juru sita berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Di luar itu, bentuknya ilegal,” kata Tatang dalam pernyataan terbuka, Jumat, 9 Mei 2025.
Tatang menjelaskan bahwa jaminan fidusia merupakan bentuk pengalihan hak milik atas dasar kepercayaan, di mana objek umumnya kendaraan bermotor tetap berada di tangan debitur selama masa kredit berjalan. Namun, di lapangan, lembaga pembiayaan kerap menyerahkan proses eksekusi kepada pihak eksternal atau debt collector saat debitur dianggap wanprestasi.
“Perjanjian fidusia itu mengikat secara hukum. Tapi bukan berarti leasing bisa menarik barang begitu saja, apalagi kalau nilai cicilan yang dibayar debitur sudah melebihi nilai barangnya,” ujar Tatang.
Ia juga mengkritik rendahnya literasi hukum masyarakat dalam menghadapi konflik fidusia. Banyak debitur menurutnya tidak mengetahui bahwa eksekusi yang dilakukan tanpa mekanisme peradilan bisa digugat balik.
“Kalau barang disita tanpa prosedur hukum, debitur bisa menggugat. Bahkan mereka berhak atas sisa hasil lelang jika nilai barang yang disita lebih besar dari sisa utangnya,” jelasnya.
Tatang menegaskan, selama objek fidusia masih dikuasai debitur dan tidak dialihkan secara melawan hukum, maka tidak ada dasar yang sah untuk mengeksekusinya di luar putusan pengadilan.

Tinggalkan Balasan