Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah klaim kepemilikan atas lahan 850 hektare di Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau. Lahan tersebut sebelumnya dikelola sembilan kelompok masyarakat adat dan transmigran.
Guruh meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan informasi pemberitaan tersebut. Ia menyarankan proses hukum dibiarkan berjalan untuk menentukan siapa yang sebenarnya menjadi “mafia tanah”.
“Soal sengketa di Polda antara kedua Poktan, biarlah proses hukum berjalan. Nanti biar hukum yang menjawab siapa yang menjadi mafia tanah sebenarnya,” pungkas Guruh.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita
Halaman

Tinggalkan Balasan