Misi Mustahil Timnas vs Australia
Tim berangkat dalam dua gelombang supaya nggak jet lag. Kalau masih kelelahan di lapangan? Ya, mungkin lain kali kita coba berangkat tiga hari sebelumnya atau langsung main di liga antar-kecamatan saja biar menang.
Australia? Tim kuat. Pemain mereka tinggi-tinggi, ototnya kayak tokoh anime, larinya secepat delivery makanan kalau kita kasih tip gede. Kalau Garuda sampai bisa mencetak gol, kita wajib bikin parade kemenangan nasional, bawa trofi ke Monas, dan bikin tugu peringatan di depan Gelora Bung Karno.
Isu naturalisasi mulai jadi perbincangan panas. Media Jepang bilang, ini bukan Timnas Indonesia, tapi “Timnas Belanda cabang Asia Tenggara.”
Tenang, kita nggak bakal jadi koloni Belanda lagi… mungkin. Beberapa pemain masih pegang paspor Belanda. Kalau suatu hari mereka tiba-tiba absen karena “ada urusan mendadak di Amsterdam,” ya, kita maklumi saja. Gonzales bilang mereka sudah jadi bagian dari bangsa Indonesia. Oke, besok kita tes, bisa nggak mereka bedain tempe mendoan sama tempe goreng biasa?
Australia bakal jadi ujian sesungguhnya. Kalau menang, kita bakal masuk headline seluruh dunia. Kalau kalah? Ya, kita kembali ke rutinitas biasa, ngopi, nonton Liga Inggris, dan berandai-andai, “Kalau Messi jadi WNI, mungkin kita bisa juara.”
Mari kita dukung Timnas. Kalau mereka menang, kita rayakan. Kalau kalah… ya udahlah, yang penting udah usaha. Garuda di dadaku, beban di lututku. So, jangan lupa siapkan kopi dan pisang goreng buat nonton aksi perdana squad Patrick Kelipet, eh salah, Patrick Kluivert.