CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Pornografi anak kembali menghantui Kalimantan Tengah (Kalteng). Setelah tahun lalu mencatatkan rekor terburuk dengan 10 kasus, kini muncul lagi praktik eksploitasi seksual anak yang mengungkap betapa mengkhawatirkannya situasi keamanan siber di provinsi tersebut.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalteng mengungkap kasus mengejutkan di mana seorang remaja perempuan berusia 17 tahun yang memproduksi dan menjual konten pornografi dirinya sendiri melalui Telegram. Kasus yang terungkap Februari lalu ini menambah daftar panjang kejahatan serupa yang menjadikan Kalteng sebagai “hot spot” pornografi anak di Indonesia.
“Ini bukanlah kasus pertama dan bisa dipastikan bukan yang terakhir jika langkah pencegahan tidak diintensifkan,” ucap Kabidhumas Polda Kalteng dalam konferensi pers, Senin (28/4/2025), mewakili Kapolda Kalteng Irjen Pol Iwan Kurniawan.
Pihak kepolisian mengungkap praktik yang lebih sistematis dibanding kasus-kasus sebelumnya. Pelaku berinisial N (17) tidak beroperasi sendirian, melainkan dibantu oleh FS (20), seorang pelajar yang berperan sebagai “manajer pemasaran” dalam bisnis gelap ini. Dalam waktu singkat, duet ini mampu meraup keuntungan mencapai Rp5 juta per minggu—angka yang menunjukkan besarnya permintaan akan konten ilegal tersebut.
Surga Bagi Predator Digital
Fenomena pornografi anak di Kalteng bukanlah kejadian sporadis. Tahun 2024, Polda Kalteng mencatatkan rekor memalukan dengan menduduki peringkat pertama dari 34 Polda di Indonesia dalam kasus pornografi anak. Setidaknya 10 kasus terungkap di wilayah hukum Kalimantan Tengah selama tahun tersebut.
Keberhasilan pengungkapan ini sebenarnya hanyalah puncak gunung es dari masalah yang jauh lebih besar. Para aktivis perlindungan anak menilai angka sesungguhnya bisa jauh lebih tinggi mengingat banyak kasus yang tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan.
“Data dari National Center for Missing and Exploited Children menempatkan Indonesia di peringkat 4 dunia dan peringkat 2 di ASEAN dalam kasus penyebaran konten pornografi anak. Ini adalah alarm yang sangat serius,” tegas Kabidhumas.
Lebih mencengangkan lagi, dalam empat tahun terakhir, Indonesia mencatatkan 5.566.015 kasus konten pornografi anak. Dari jumlah tersebut, Kalimantan Tengah justru menjadi wilayah dengan kasus tertinggi—fakta yang mengindikasikan lemahnya pengawasan dan perlindungan anak di media digital di provinsi ini.
Hukuman Para Pelaku
Meski berjanji akan menindak tegas pelaku, sanksi yang diancamkan terhadap pelaku distribusi konten pornografi anak dinilai belum memberikan efek jera. Kedua pelaku hanya dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU ITE dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan/atau denda Rp1 miliar.
Padahal, dampak psikologis dan sosial yang dialami korban bisa berlangsung seumur hidup, mengingat konten digital yang tersebar di internet tidak pernah benar-benar menghilang.
Saat ini, FS ditahan di Ditahti Polda Kalteng, sedangkan N yang masih di bawah umur dikembalikan kepada orang tuanya dengan pengawasan dari BAPAS dan Dinas Sosial—perlakuan yang dinilai terlalu lunak mengingat seriusnya kejahatan yang dilakukan.
