CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Mantan Ketua DPR sekaligus terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto, resmi bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (16/8/2025). Pembebasan ini terjadi setelah mantan politisi Golkar tersebut memenuhi syarat menjalani dua pertiga masa pidana.
Keputusan pembebasan bersyarat Setya Novanto mendapat kritik dari Advokat sekaligus Ketua DPD Perkumpulan Pengacara dan Konsultasi Hukum Indonesia (PPKHI) Kalimantan Tengah, Suriansyah Halim. Ia menyoroti keputusan terkait tidak perlu wajib lapor
“Alasan hukum bebas bersyarat tentunya telah menjalani dua pertiga masa pidana, melunasi uang denda dan penganti, berkelakuan baik, dan resiko berulang rendah oleh asesman permasyarakatan. Tapi tentunya namanya bebas bersyarat meskipun bebas tetap wajib lapor, status belum bebas murni,” ucap Halim.
Ia menekankan bahwa meskipun Setya Novanto telah melunasi uang pengganti, dampak sosial dari korupsi yang dilakukan. Menurutnya, efek jera menjadi semakin kabur dan bertolak belakang dengan prinsip bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Latar Belakang Kasus Korupsi e-KTP
Pada 24 April 2018, Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Setya Novanto bersalah dalam kasus korupsi KTP elektronik yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 triliun. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, dan pencabutan hak politik selama lima tahun.
“Terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang sudah dititipkan kepada penyidik KPK,” kata Ketua Majelis Hakim Yanto saat pembacaan vonis.
Dalam kasus ini, Setya Novanto dianggap memiliki pengaruh untuk meloloskan anggaran KTP Elektronik ketika dibahas di Komisi II DPR RI pada 2011-2012. Selain Novanto, pengadilan juga menjatuhkan vonis bersalah pada dua eks-pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Narogong.
Proses Pengurangan Hukuman
Selama menjalani masa tahanan, Setya Novanto beberapa kali mendapatkan remisi atau pemotongan masa hukuman. Pada Lebaran 2023 dan 2024, dia memperoleh remisi masing-masing 30 hari. Dia juga mendapat remisi 90 hari pada HUT ke-78 RI.
Pada 4 Juni 2025, Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Novanto. MA mengurangi masa hukuman dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. Dengan pengurangan tersebut, Novanto memenuhi syarat bebas bersyarat.
“Dihitung dua pertiganya itu mendapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” kata Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali.
Belum Bisa Berpolitik
Meski telah bebas bersyarat, Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Imipas, Mashudi, menegaskan Novanto belum bisa berpolitik. Mantan ketua umum Golkar ini masih harus menjalani wajib lapor hingga 1 April 2029.
Hak politik Novanto baru pulih setelah masa wajib lapor berakhir dan dinyatakan bebas murni. Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, belum bisa mengonfirmasi apakah Novanto akan kembali ke partai tersebut.
“Beliau baru bebas, pasti butuh adaptasi. Biarkan beliau menikmati hidup tanpa beban terlebih dahulu,” kata Sarmuji.
Kritik terhadap Celah Hukum
Pengamat menilai pembebasan Novanto memanfaatkan beberapa celah hukum. Halim menyoroti perubahan mendasar dalam aturan pemberian remisi bagi koruptor sejak 2021.
Mahkamah Agung membatalkan Pasal 34 A Ayat (1) huruf (a) dari PP Nomor 99 Tahun 2012 yang mengharuskan koruptor menjadi justice collaborator untuk mendapat remisi. Setelah pasal itu dihapus, terbit Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 yang hanya mewajibkan pembayaran denda dan uang pengganti.
“Jika dalam waktu bebas bersyarat melakukan tindak pidana lagi maka akan dikembalikan dalam tahanan. Dan syarat administratif dan substatif bersyarat telah diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2022 tentang Permasyarakatan,” ujar Halim.
Kontroversi Selama Masa Tahanan
Perjalanan kasus Novanto tidak lepas dari berbagai kontroversi. Pada 2017, dia mengalami kecelakaan tunggal yang menabrak tiang listrik, memicu berbagai spekulasi dan meme di media sosial.
Pada September 2018, Ombudsman RI menemukan sel Novanto di Lapas Sukamiskin berukuran lebih luas dengan fasilitas kloset duduk yang tidak dimiliki napi lain. Kepala Lapas saat itu berkilah sel tersebut dilapisi plywood untuk mengantisipasi rembesan air hujan.
Pada pertengahan 2019, dua pegawai Lapas Sukamiskin dijatuhi hukuman disiplin setelah Novanto kedapatan pergi ke toko bangunan di Padalarang saat izin berobat. Petugas pengawal mendapat sanksi penundaan gaji dan penundaan kenaikan pangkat.
Pembebasan bersyarat Setya Novanto menandai berakhirnya babak penting dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah, meski masih menyisakan kritik terhadap efektivitas sistem peradilan dalam memberikan efek jera bagi koruptor.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita
