Dishut Kalteng Akui Praktik Ilegal Logging Sulit Diatasi, Kawasan Tahura Diharap jadi Solusi
Meskipun begitu, masyarakat sekitar masih diperbolehkan untuk memanfaatkan hutan selama kebutuhan tersebut tidak bersifat komersial. “Kami memberikan toleransi jika masyarakat sekitar hanya memanfaatkan hasil hutan untuk kebutuhan mereka, namun jika tujuannya untuk dijual ke luar, itu sudah menjadi masalah yang harus kita atasi bersama,” tambahnya.
Selain itu, Dishut Kalteng juga mengandalkan program perhutanan sosial untuk mencegah kebakaran hutan dan pembalakan liar. Melalui skema ini, masyarakat setempat diberi izin untuk mengelola dan menjaga hutan mereka. Di antaranya adalah empat desa di Kecamatan Kahayan Hilir, Pulang Pisau, yakni Desa Gohong, Kalawa, Buntoi, dan Mantaren I. Masyarakat di desa-desa ini mengelola kawasan hutan seluas 16.000 hektare dan berperan aktif dalam melindungi kawasan tersebut.
Disisi lain, Direktur Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPSHK), Mohammad Djauhari, menjelaskan bahwa setiap desa memiliki 20 orang yang bertugas mencegah karhutla, antara lain dengan melakukan pembasahan lahan gambut dan patroli rutin. “Kami juga melakukan restorasi terhadap 11.000 hektare hutan dan gambut di kawasan tersebut,” jelas Djauhari.
Djauhari berharap agar model perhutanan sosial ini dapat diperluas ke desa-desa lain di Kalimantan Tengah, terutama di Pulang Pisau. “Masih ada sekitar 5.000 hektare hutan dengan akses terbuka yang belum dibebani izin, dan meski di sekitar perhutanan sosial terdapat aktivitas perusahaan sawit, jumlahnya tidak begitu banyak,” ujar Djauhari.