CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Ratusan warga yang tergabung dalam Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah menggelar aksi protes di dua lokasi di Palangka Raya pada Rabu, 14 Mei 2025. Mereka mendatangi Betang Hapakat dan kantor Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya untuk memprotes keputusan Pengadilan Negeri (PN) Sampit yang dianggap melecehkan hukum adat.

“Hukum adat wajib dihormati. Hukum adat adalah roh dari hukum nasional,” kata koordinator aksi Erko Mojra dengan nada tegas saat berorasi di depan kantor Pengadilan Tinggi Palangka Raya.

Para demonstran yang datang dari berbagai kabupaten seperti Kotawaringin Timur, Katingan, Gunung Mas, dan Palangka Raya terdiri dari tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh organisasi massa, dan masyarakat adat. Di antara mereka hadir Ketua Forum Dayak (Fordayak) Bambang Irawan yang juga anggota DPRD Kalimantan Tengah, Ketua Ormas BMT Deden, LBH PKR yang diwakili Indra Irawan, Ketua LSM Ampuh Erko Mojra, Damang Tualan Hulu Leger T. Kunum, dan Pendeta Panjung.

Akar Masalah

Demonstrasi ini dipicu oleh putusan Pengadilan Negeri Sampit yang membatalkan keputusan peradilan adat terkait sengketa antara masyarakat adat dengan PT Hutanindo Alam Lestari (HAL). Dalam putusan tersebut, hakim PN Sampit disebut telah menyebut Dewan Adat Dayak sebagai organisasi massa biasa, padahal DAD merupakan lembaga adat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008.

“Putusan PN Sampit tidak menghargai lembaga Adat dan Peradilan Adat,” kata Erko Mojra yang juga menjabat sebagai ketua aksi. Ia menambahkan bahwa hakim sesuai UU Kehakiman wajib menggali nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal yang hidup di tengah masyarakat dan menuntut PT Palangka Raya memproses dugaan pelanggaran kode etik oleh oknum hakim PN Sampit.

Bambang Irawan, Ketua Umum FORDAYAK Kalteng, menyebut kasus ini sebagai kejadian luar biasa dan baru pertama kali putusan adat dilecehkan. “Perusahaan dan Pengadilan harus menghargai Hukum Adat. Hukum adat itu sifatnya sakral dan merupakan harkat dan martabat masyarakat Dayak,” tegas Bambang.

Ia menambahkan, “Jangan sampai pengadilan intervensi Hukum Adat, karena ranahnya berbeda. Peradilan Adat selama ini tidak pernah intervensi Putusan Pengadilan dan selama itu terjalin hubungan yang harmonis antara Pengadilan Negara dengan Peradilan Adat.”

Persoalan Kewenangan

Damang Leger T. Kunum yang turut hadir dalam aksi tersebut menyatakan kekecewaannya. “Masyarakat Adat sangat kecewa dan marah atas dilecehkannya hukum adat. Seharusnya perusahaan menghormati hukum adat,” ujarnya dengan tegas.

Para demonstran menegaskan bahwa tindakan hakim PN Sampit telah melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah.

Menurut para pendemo, Pasal 27 ayat (1) perda tersebut mengamanatkan bahwa sengketa adat yang diajukan kepada Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat, baik pada tingkat Desa/Kelurahan maupun pada tingkat Kecamatan, wajib untuk diterima, diproses, dan diputuskan.

Gubernur
Wali Kota
Bupati
Diskominfo
Disbun
Disdik
Dishut
Alman