MENGGUGAT LOGIKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
“Paradoks Indonesia Sawit”
Krismes Santo Haloho, M.Ling
Pemerhati Lingkungan
OPINI – Ketika kota Palangka Raya sedang ramai dengan kasus anggota polisi menembak mati supir ekspedisi di bawah pengaruh narkoba. Dimana masyarakat masih belum pulih dari kejadian 7 oktober 2023 lalu, Komunitas Masyarakat Adat Desa Bangkal yang ditembak mati oleh oknum polisi di Kalimantan Tengah saat pengamanan kebun sawit. Dikejutkan kembali, oleh arahan Presiden Republik Indonesia yang sontak menjadi bahan diskursus meja tongkrongan di warung kopi tempat saya biasa berdiskusi.
Pada tanggal 30 Desember 2024, pemerintah Indonesia menyelenggarakan acara MUSREMBANGNAS RPJMN 2025-2029. Dengan waktu sebanyak ±35:07 yang digunakan, Presiden Republik Indonesia memberikan arahan kepada seluruh jajarannya. Diantaranya para Menteri dan jajaran, Ketua DPR RI dan Gubernur serta Bupati yang hadir secara daring.
Mengutip istilah Nietzsche “kerumunan massa” tersebut merupakan jabatan publik yang diamanatkan menjadi keterwakilan dari masyarakat Indonesia sebagai “pembantu presiden” maupun “pemimpin rakyat”, seperti isi pidato Prabowo Subianto. Pernyataan-pernyataan tersebut bersifat arahan, akan tetapi juga merupakan pernyataan publik yang menuai respon publik. Saat itu, narasi seorang Presiden Republik Indonesia yang bersifat mengarahkan tentunya dapat menjadi sebuah doktrin “nilai yang akan diaminkan oleh banyak orang”.

Tinggalkan Balasan