Pengemis Marak di Kalteng, Bukan Lagi Soal Kemiskinan
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Beberapa media sebelumnya telah mengangkat keberadaan “Kampung Pengemis” di Desa Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep. Mengutip repository.unair.ac.id, mayoritas penduduk di desa tersebut berprofesi sebagai pengemis, bahkan termasuk mereka yang hidup berkecukupan.
Studi dari library.unmer.ac.id menyebutkan bahwa motif masyarakat mengemis adalah budaya turun-temurun yang diperkuat oleh kualitas sumber daya manusia yang rendah. Kondisi ini mengakibatkan pola pikir yang kurang kreatif dan pandangan hidup yang sempit.
Pemerintah Dinilai Gagal Sediakan Lapangan Kerja
Yuliana menilai fenomena pengemis kaya ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja yang dapat diakses oleh warga yang tidak memiliki keterampilan khusus. “Peluang kerja sempit, sistem kesejahteraan tidak merata distribusinya, sehingga masyarakat menciptakan cara sendiri untuk bertahan hidup,” jelasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, dosen sosiologi tersebut menyarankan beberapa langkah strategis. Pertama, penertiban dari pemerintah terhadap praktik “pengemis kaya”. Kedua, edukasi kepada masyarakat tentang norma kedermawanan agar tidak memberi sumbangan sembarangan. Ketiga, pembentukan lembaga penyalur bantuan bagi orang miskin yang tepat sasaran.
“Pengentasan secara sistematis diperlukan karena tanggung jawab keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berada di tangan pemerintah,” tegasnya.
Perda Larang Aktivitas Mengemis
Sebenarnya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah Kota Palangka Raya telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan aktivitas mengemis. Hal itu tertuang dalam Perda Kalimantan Tengah No 5 Tahun 2021 Pasal 19 dan Perda Kota Palangka Raya Nomor 9 Tahun 2012. Dalam peraturan tersebut, tidak hanya pengemis yang dilarang beraktivitas, tetapi juga masyarakat yang memberikan uang kepada pengemis.