CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Buku “Hantu Tuan Kebun” yang diluncurkan Kamis (24/4/2025) mengungkap konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Karya dua jurnalis lingkungan, Aldo Sallis dan Budi Baskoro, ini menggambarkan perjuangan masyarakat lokal yang haknya dirampas oleh perusahaan sawit selama tiga dekade.
“Buku ini didedikasikan untuk mereka yang haknya dirampas di sekitar perkebunan sawit. Sekaligus pesan untuk semua tuan kebun agar melihat persoalan dengan pikiran terbuka,” ungkap para penulis dalam seminar peluncuran buku yang diselenggarakan oleh Save Our Borneo.
Menurut hasil investigasi para penulis di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan, tak satu pun perusahaan yang berbagi saham dengan masyarakat sekitar atau merealisasikan kebun plasma sebagaimana diamanatkan regulasi. Janji pemberian saham minimal 20 persen dalam SK Pelepasan Kawasan Hutan dan kewajiban penyediaan kebun plasma minimal 20 persen dari izin konsesi yang diberikan kepada perusahaan tidak terealisasi.
“Yang jelas, sebagai jurnalis kami tetap skeptis. Jangan-jangan kebijakan ini hanya semacam ‘take over’ saja atas penguasaan lahan dan sumber daya alam di antara para Tuan Kebun semata,” kata Budi Baskoro.
Aldo Sallis menambahkan, buku ini mengangkat kisah haru mereka yang berkonflik dengan perkebunan sawit. “Apapun sektornya, pembangunan itu untuk masyarakat, jadi tidak boleh ada yang ditinggal di belakang. Semua harus bisa merasakan kesejahteraan dari kehadiran investasi,” jelasnya.
Muhammad Habibi, Direktur Save Our Borneo, dalam pembukaan seminar menyatakan bahwa meskipun regulasi tata kelola telah tersedia, implementasinya di lapangan tidak sejalan dengan cita-cita yang diatur. “Dalam situasi seperti ini, yang paling sering menjadi korban adalah masyarakat. Bahkan tidak jarang masyarakat harus berhadapan dengan sesama anak bangsa aparat keamanan yang berjaga di wilayah perkebunan,” ujarnya.
Habibi berharap buku ini dapat memberikan gambaran persoalan mana yang bisa diselesaikan dalam waktu dekat, jangka menengah, dan jangka panjang.
Menanggapi peluncuran buku tersebut, Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gappki) cabang Kalimantan Tengah, Rawing Rambang, menyambut terbuka namun mengingatkan bahwa sawit adalah komoditas andalan yang mengerek ekonomi Indonesia. “Penyumbang devisa terbesar selain batubara,” ujarnya.
Sementara itu, Wahyudi Eko Husodo, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah yang juga menjadi fasilitator dalam tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), mengungkapkan bahwa lahan seluas 481.000 hektar di Kalimantan Tengah telah disita oleh Satgas PKH. Meski demikian, penyitaan tersebut tidak membuat pekerja di perusahaan sawit diberhentikan.
“Industri sawit harus tetap jalan, sambil tim menghitung denda, dan pengelolaan lebih lanjut kebun-kebun yang disita oleh PT Agrinas Palma Nusantara, Badan Usaha Milik Negara. Denda yang diberikan masuk ke kas negara!” tegasnya.
