Merespons video tersebut, PT MUTU melalui Senior Manager Government Relations Rakhman Syah mengeluarkan klarifikasi resmi di Buntok pada 19 Juni 2025. “Informasi yang beredar menyesatkan dan tidak sesuai fakta. Hasil laboratorium menunjukkan air Sungai Singan masih dalam kategori layak konsumsi,” ujarnya.
Rakhman menambahkan, rembesan air dalam video kedua adalah insiden di kolam pengendapan internal (settling pond) yang tidak berdampak ke sungai besar maupun permukiman warga. PT MUTU juga mengklaim telah menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), namun usulan pengembangan ekonomi ditolak warga yang lebih memilih kompensasi tunai.
Perusahaan bahkan melangkah lebih jauh dengan melaporkan akun “Info X” ke Polres Barito Selatan atas dugaan penyebaran berita bohong dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun, laporan ini justru memicu kemarahan warga.
“Kami sendiri yang meminta investigasi itu. Info X hanya membantu menyampaikan kenyataan yang kami alami,” ujar Murdiansyah, tokoh masyarakat.
WALHI Desak Pencabutan Izin
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah mengecam dugaan pencemaran yang dilakukan PT MUTU. Direktur Eksekutif WALHI Kalteng Bayu Herinata menilai hal ini sebagai bentuk kelalaian serius perusahaan.
“Jika terbukti benar, pencabutan izin operasional harus menjadi opsi utama. Penegakan hukum lingkungan tidak boleh tebang pilih,” tegas Bayu.
WALHI juga menyoroti lemahnya pengawasan oleh Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka mendesak investigasi independen serta mengutuk tindakan intimidatif terhadap wartawan yang meliput aksi warga.
Laporan WALHI Kalimantan Tengah yang disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup menyebut adanya indikasi kejahatan lingkungan dan tata kelola dari sejumlah perusahaan ekstraktif, termasuk di sektor tambang batu bara. Salah satunya adalah dugaan aktivitas di kawasan hutan lindung dan pencemaran sumber air.
Mediasi Tanpa Hasil
Desakan agar laporan terhadap akun “Info X” dicabut disampaikan saat mediasi antara warga dan perusahaan yang difasilitasi Camat Gunung Bintang Awai, TNI, dan Polri. Hermansyah, Tim Legal PT MUTU yang hadir dalam mediasi, justru mengaku tidak tahu-menahu soal pelaporan tersebut.
“Saya tidak pernah melarang wartawan meliput. Tapi sebaiknya ada komunikasi terlebih dahulu saat masuk ke area tambang,” ucapnya.
Pernyataan ini bertolak belakang dengan video yang beredar luas dan diperkuat publikasi Mongabay Indonesia, yang memperlihatkan adanya larangan terhadap aktivitas jurnalistik oleh petugas keamanan perusahaan.
Kenedy, Kaur Perencanaan Desa Muara Mea, menyatakan PT MUTU pernah memberikan program CSR dalam bentuk susu dan kue ke posyandu desa. Namun, menurutnya, itu belum menyentuh akar persoalan. “Mayoritas warga di sini hidup dari pertanian ladang dan rotan. Kalau hutan rusak, bukan cuma air hilang, tapi juga ekonomi kami.”
Pembangunan atau Pemaksaan?
Di balik angka dan dokumen perizinan, suara masyarakat adat seperti terpinggirkan. Prosesi adat, sumber air, ekonomi subsisten, dan nilai-nilai spiritual yang selama ini dijaga perlahan digerus oleh kepentingan investasi.
