PALANGKA RAYA – Di tengah persiapan menyambut Idul Fitri, masyarakat Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dikejutkan dengan fenomena peningkatan jumlah gelandangan pengemis (Gepeng) di jalanan.
Pengamat Ekonomi dari Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) serta Peneliti dari Institute for Economic Research and Training (INTEREST), Suherman memiliki pandangan terhadap adanya fenomena tersebut.
“Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang keberlangsungan kesejahteraan sosial dan sistem perlindungan yang ada,” kata Suherman kepada cyrustimes, Rabu 3 April 2024.
Menurutnya, Gepeng seringkali memanfaatkan rasa empati orang lain untuk mendapatkan bantuan finansial, meskipun ada keraguan tentang keabsahan profesi mereka. Meski pemerintah daerah telah melakukan penertiban terhadap para pengemis.
“Sehingga masalah ini tampaknya belum terselesaikan sepenuhnya dan menunjukkan adanya permasalahan kesejahteraan yang mendasar. Fenomena ini menggambarkan bisnis belas kasih yang perlu mendapat perhatian lebih serius,” terang Suherman.
Seringkali, lanjut Suherman memaparkan, para gepeng terkadang menuntut uang secara agresif dari orang-orang yang mereka anggap sebagai target operasi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa, ada standar minimum uang yang diharapkan dari setiap pemberian.
“Dan mencerminkan sebuah industri dengan prinsip yang mendasar. Meskipun tidak bermaksud menghakimi profesi tersebut, kita perlu menyadari bahwa kita tidak boleh membiarkan fenomena ini menjadi budaya yang diterima secara luas,” paparnya.
Sehingga, Pemerintah daerah, melalui dinas sosial dan satuan polisi pamong praja, memiliki peran penting dalam menangani masalah ini dengan cara yang terorganisir dan berkelanjutan.
“Para Gepeng yang masih usia produktif dapat diberikan pelatihan keterampilan untuk membantu mereka keluar dari lingkaran pengemis dan gelandangan,” imbuhnya.
Di sisi lain, pengamen dan badut, meskipun beroperasi di bawah tanah, memiliki potensi sebagai sektor hiburan yang resmi jika difasilitasi dengan baik oleh pemerintah setempat.
Namun, penyelesaian masalah pengemis dan gelandangan tidak hanya tanggung jawab pemerintah. Masyarakat juga harus terlibat aktif dengan tidak memberikan bantuan finansial secara cuma-cuma kepada orang lain tanpa mengetahui latar belakangnya.
Dengan demikian, “Kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia, di mana niat baik tidak dimanfaatkan sebagai bisnis belas kasih, terutama menjelang hari raya,” pungkasnya.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita
