JAKARTA – Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan sikap resmi atas kasus dugaan suap yang menjerat tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara lepas terdakwa korporasi ekspor crude palm oil (CPO). Kasus tersebut kini menyeret Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan anggota Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakpus.
Pernyataan ini disampaikan Juru Bicara MA, Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H., dalam konferensi pers di Media Centre Mahkamah Agung, Senin, 14 April 2025. Turut hadir mendampingi, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Dr. H. Sobandi, S.H., M.H., serta Kepala Bagian Perundang-Undangan Irwan Rosady, S.H., M.H.
Mahkamah Agung, kata Yanto, menghormati langkah hukum Kejaksaan Agung sepanjang tindakan tersebut dilakukan melalui proses yang sah, termasuk penangkapan dan penahanan dengan persetujuan Ketua MA sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU No. 2 Tahun 1986.
“MA sangat prihatin dengan peristiwa yang terus mendera dunia peradilan, di saat kami tengah berbenah mewujudkan sistem hukum yang bersih dan profesional,” ujar Yanto.
Putusan Kontroversial
Kasus bermula dari putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025 terhadap tiga korporasi besar—Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup—dalam perkara korupsi ekspor CPO. Terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan jaksa, namun Majelis berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
Putusan ontslag van alle recht vervolging atau lepas dari segala tuntutan hukum itu sontak menuai sorotan. Penuntut umum kemudian mengajukan kasasi pada 27 Maret 2025. Hingga kini, perkara tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Majelis hakim dalam perkara itu diketuai oleh D, dengan hakim anggota ASB dan AM—tiga nama yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Reformasi Internal dan Teknologi Digital
Sebagai respons atas kasus ini, MA menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) pada Senin pagi, membahas revisi atas SK KMA No. 48/KMA/SK/II/2017 mengenai pola promosi dan mutasi hakim di empat lingkungan peradilan.
Di sisi lain, Badan Pengawasan MA juga membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgasus) untuk mengevaluasi kinerja, kedisiplinan, dan kepatuhan hakim terhadap kode etik, khususnya di wilayah hukum DKI Jakarta.
MA juga berkomitmen memperluas penerapan sistem digital berbasis kecerdasan buatan. Salah satunya adalah Smart Majelis, sebuah sistem elektronik penunjukan majelis hakim secara otomatis yang diklaim mampu menutup celah praktik korupsi yudisial.
“Smart Majelis akan diterapkan di pengadilan tingkat pertama dan banding, setelah sebelumnya diterapkan di Mahkamah Agung,” kata Yanto.
Langkah-langkah tersebut diambil sebagai bagian dari komitmen lembaga dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap peradilan.
Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita
