CYRUSTIMES, PALANGKA RAYA – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus, rumah sakit rujukan utama di Kalimantan Tengah, kini terbelit utang mencapai Rp 120 miliar. Beban finansial ini memaksa manajemen rumah sakit menunda pengadaan sejumlah obat-obatan dan menghambat pembayaran honor tenaga kesehatan.

Ironisnya, RSUD Doris Sylvanus merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan di Kalteng yang melayani pasien dari 14 kabupaten/kota se-provinsi. Namun, krisis keuangan ini mulai berdampak pada operasionalnya.

“Memang tidak semua obat ada. Kami bicara prioritas karena anggaran terbatas,” ujar Pelaksana Tugas Direktur RSUD Doris Sylvanus, Suyuti Syamsul, di Palangka Raya, Selasa (4/6).

Suyuti menjelaskan, pihaknya menerapkan skala prioritas dalam pengadaan obat. “Pertama, obat life saving untuk menyelamatkan nyawa harus ada. Kedua, obat esensial. Kalau obat lain-lain kami tunda dulu—tidak membahayakan juga kalau tidak ada.”

Vitamin Ditunda, Operasi Tetap Jalan

Meski terjepit utang, Suyuti memastikan pelayanan inti rumah sakit tetap berjalan. Obat-obatan yang ditunda pengadaannya adalah vitamin dan suplemen yang tidak berdampak langsung terhadap nyawa pasien.

“Yang penting life saving dulu, misalnya obat untuk operasi, kemudian obat esensial. Selebihnya hanya bumbu-bumbunya obat, boleh kami tunda,” tegasnya.

Namun, keputusan ini tetap menimbulkan keresahan di kalangan pasien dan keluarga yang membutuhkan obat-obatan tertentu.

Honor Nakes Macet Empat Bulan

Selain masalah obat, beredar kabar honor tenaga kesehatan menunggak hingga tujuh bulan. Suyuti membantah angka tersebut, meski mengakui ada keterlambatan pembayaran.

“Tidak benar tujuh bulan. Untuk 2024 yang belum diselesaikan tinggal bulan November dan Desember,” bantahnya.

Keterlambatan ini disebabkan sistem perhitungan honor yang masih manual. “Menghitung jasa ribuan dokter dilakukan secara manual, sehingga prosesnya lebih lambat,” jelasnya.

Digitalisasi pegawai di RSUD Doris Sylvanus memang belum berjalan optimal, sehingga proses administrasi masih mengandalkan cara konvensional.

“Honor November sudah kami transfer. Yang Desember akan kami bayar sekitar tanggal 20 bulan ini, setelah dibayar BPJS,” ujarnya. Dengan demikian, kata Suyuti, keterlambatan maksimal hanya lima bulan, bukan tujuh bulan seperti yang beredar.

Akar Masalah: Salah Kelola Dana

Utang Rp 120 miliar ini bermula dari kesalahan manajemen masa lalu. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk operasional justru digunakan untuk membangun infrastruktur.

“Itu tidak dianjurkan, kecuali kita yakin sekali bahwa uangnya berlebihan, baru dibolehkan. Itulah penyebabnya,” ungkap Suyuti.

Keputusan menggunakan pendapatan rumah sakit untuk pembangunan tanpa perhitungan matang ini akhirnya menjadi bumerang. Kini, RSUD Doris Sylvanus harus menanggung konsekuensi berupa defisit keuangan yang mengancam keberlanjutan pelayanan.

Meski demikian, Pemerintah Provinsi Kalteng selaku pengelola memastikan upaya penyelesaian masalah ini tetap berlanjut. Namun, belum ada kepastian kapan beban utang sebesar itu dapat dilunasi sepenuhnya.