JAKARTA– Publik Indonesia kembali dihebohkan dengan munculnya RUU TNI, yakni Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang kemudian disahkan oleh DPR RI melalui mekanisme kerjanya menjadi UU TNI.
UU ini secara kasat mata di lapangan mendapatkan banyak sekali penolakan dari elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, akademisi, jurnalis dan masyarakat umum.
Oktaria Saputra, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR) pun turut mengutarakan pandangannya terhadap polemik tersebut.
Melalui rilisnya dari Jakarta Rabu 26 Maret 2025, Okta mengatakan perlu komprehensif untuk mendalami sisi lain dari UU TNI.
“Dalam hemat saya, kita perlu komprehensif mendalami sisi lain dari UU TNI, jangan reaksioner dengan mengkonsumsi begitu saja opini yang dibangun di media tanpa telaah lebih lanjut,” kata Oktaria
Menurutnya opini-opini yang dibangun berupa kekhawatiran kepada UU TNI mengarah pada kembalinya dwifungsi ABRI, serta perebutan hak masyarakat sipil atau posisi-posisi birokrasi di lembaga pemerintahan.
Merespon hal tersebut, penolakan dilakukan di mana-mana, demontrasi yang masif, pendapat-pendapat kontra berseliweran di media sosial.
Lanjutnya, UU TNI menurut laporan pers Komisi I DPR RI telah melewati proses panjangan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, artinya secara prosedur pembuatan kebijakan telah terpenuhi.
RUU ini telah digulirkan pembicaraannya pada periodesasi 2019-2024, dan baru dibahas belakangan. RUU ini kemudian disepakati oleh delapan Partai Politik di Senayan.
