CYRUSTIMES, JAKARTA – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menimipas) Agus Andrianto mengungkapkan bahwa terpidana korupsi e-KTP Setya Novanto seharusnya sudah bebas bersyarat sejak 25 Juli 2025 lalu. Pembebasan yang baru terlaksana pada Sabtu (16/8) dinilai terlambat berdasarkan hasil peninjauan kembali (PK) yang telah dikabulkan Mahkamah Agung.

“Karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu,” ujar Agus di Istana Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Agus menekankan bahwa mantan Ketua DPR tersebut tidak wajib lapor setelah bebas karena telah membayar denda subsidier. Hal ini berbeda dengan pernyataan Dirjen Pemasyarakatan yang sebelumnya menyatakan Novanto masih harus menjalani wajib lapor hingga April 2029.

Pengurangan Hukuman Melalui PK

Pembebasan Setya Novanto dimungkinkan setelah MA mengabulkan permohonan PK yang mengurangi hukuman dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara. Putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Putusan peninjauan kembali kepada yang bersangkutan dikurangi masa hukumannya,” kata Agus menjelaskan dasar pembebasan tersebut.

Setya Novanto awalnya dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013 pada 24 April 2018. Selain hukuman penjara, dia juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsidier tiga bulan kurungan dan uang pengganti US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Perjalanan Karier Politik Setya Novanto

Sebelum terseret kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto merupakan tokoh yang sudah malang-melintang di perpolitikan Indonesia. Karier politiknya dimulai sebagai kader Kosgoro pada 1974 dan menjadi anggota DPR Fraksi Partai Golkar pertama kali pada 1998.

Novanto berhasil mengamankan kursi parlemen selama enam periode berturut-turut hingga 16 Desember 2015. Dia pernah menduduki posisi strategis sebagai Ketua Umum Partai Golkar (17 Mei 2016 – 13 Desember 2017) dan Ketua DPR (30 November 2016 – 11 Desember 2017).

Kronologi Kasus Korupsi e-KTP

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus mega proyek e-KTP pada 17 Juli 2017. Kasus bermula saat Kemendagri pada 2009 merencanakan pengajuan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP) dengan komponen Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Proyek e-KTP merupakan program nasional untuk memperbaiki sistem data kependudukan Indonesia dengan target selesai pada 2013. Lelang e-KTP dimulai sejak 2011, namun banyak bermasalah karena terindikasi penggelembungan dana.

Kasus korupsi e-KTP terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. KPK kemudian mengungkap kongkalikong sistemik yang melibatkan birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek sepanjang 2011-2012.

Kerugian Negara Triliunan Rupiah

Korupsi mega proyek secara berjemaah ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun. Keterlibatan Setya Novanto semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus dengan dua mantan pejabat Kemendagri, Sugiharto dan Irman, sebagai terdakwa.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor pada 9 Maret 2017, Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp5,9 triliun.

Setelah melalui serangkaian proses hukum, delapan pelaku divonis bersalah dengan hukuman berbeda sesuai tingkat keterlibatan mereka. Setya Novanto mendapat vonis terberat 15 tahun penjara yang kemudian dikurangi menjadi 12 tahun 6 bulan melalui PK.

Pembebasan bersyarat Setya Novanto yang terlambat ini menunjukkan adanya kendala administratif dalam pelaksanaan putusan pengadilan, meski secara hukum prosesnya telah sesuai ketentuan yang berlaku. Kasus ini tetap menjadi salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia yang melibatkan kerugian negara triliunan rupiah.

Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita

Gubernur
Wali Kota
Bupati
Diskominfo
Disbun
Disdik
Dishut
Alman