JERITAN PENULIS, OPINI – Teror berasal dari kata serapan bahasa Latin “terrere” yang berarti menakut-nakuti atau menyebabkan rasa takut. Secara umum, teror adalah suatu usaha untuk menciptakan perasaan takut, kengerian, dan kekejaman pada seseorang atau kelompok. Sementara itu, humanis secara definisi adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas perikemanusiaan—pengabdi kepentingan sesama manusia.
Kedua istilah ini sangat umum bagi masyarakat Indonesia, namun “teror” dan “humanis” tentu merupakan hal yang kontras jika digabungkan dalam satu frasa. Akan tetapi, dalam sistem demokrasi kita, tindakan terrere (teror) ternyata dapat dimodifikasi menjadi sesuatu yang tampak humanis di permukaan.
Kamuflase yang Menakutkan
Gaya humanis untuk membingkai terwujudnya pergaulan yang baik tampaknya telah menjadi suatu tindakan kamuflase pada beberapa kejadian di Indonesia. Teror tidak hanya soal terorisme saja; rasa takut itu telah dirasakan oleh beberapa kelompok ataupun profesi. Contohnya adalah organisasi mahasiswa, masyarakat adat, dan jurnalis. Tidak cukup hanya menggunakan kata “intervensi” saja, namun “teror” tampaknya lebih relevan untuk mendeskripsikan dampak dari hal-hal yang dialami kelompok atau profesi tersebut.
Dalam negara dengan sistem demokrasi, beberapa corak yang menandainya adalah kebebasan berekspresi rakyat dan kebebasan pers. Kata “bebas” di sini bukanlah bermakna semu, melainkan harus nyata dan tanpa gangguan siapa pun, baik sebelum maupun sesudah tindakan tersebut dilakukan.


Tinggalkan Balasan