Masyarakat Adat Tempayung Somasi Ahli Hukum UPR: Sebut Ritual Adat Kalimantan Tengah Sebagai Modus
PANGKALAN BUN – Masyarakat Adat Tempayung mengeluarkan somasi kepada Kiki Kristanto, ahli hukum pidana dari Universitas Palangka Raya (UPR), atas pernyataannya yang kontroversial dalam persidangan pada 28 Februari 2025 di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun. Pernyataan tersebut dinilai tidak berdasar dan menghina masyarakat adat di Kalimantan Tengah.
Dalam persidangan yang membahas kasus kriminalisasi Kepala Desa Tempayung oleh PT Sungai Rangit Sampoerna Agro, Kiki Kristanto yang dihadirkan sebagai ahli oleh Jaksa, menyebutkan bahwa ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat adat di Kalimantan Tengah sering kali dijadikan “modus” untuk melakukan perbuatan yang dilarang. Menurut Kristanto, dalam kaca matanya, “ritual adat itu dijadikan sebagai modus untuk melakukan perbuatan yang dilarang.”
Pernyataan ini langsung menuai reaksi keras dari masyarakat adat Tempayung. Mereka menilai bahwa statemen Kristanto tidak hanya keliru, tetapi juga berbahaya, karena menggeneralisasi bahwa seluruh masyarakat adat di Kalimantan Tengah menyalahgunakan ritual adat sebagai sarana untuk perbuatan licik. Hal ini dianggap sebagai penghinaan terhadap martabat dan kehormatan masyarakat adat.
Tokoh masyarakat adat Tempayung sekaligus Mantir Adat Kecamatan Kotawaringin Lama, Dungkui, menyatakan bahwa pernyataan Kristanto tidak didasarkan pada penelitian yang valid dan jauh dari kajian ilmiah yang memadai. “Sebagai ahli hukum pidana, Kiki Kristanto tidak memiliki dasar keilmuan untuk mengomentari ritual adat. Pernyataan tersebut sangat merugikan dan tidak bertanggung jawab,” ujar Dungkui melalui rilis resmi yang dikeluarkan pada hari Senin, (10/3/2025).