Pengamat ekonomi ini menekankan Indonesia sebagai negara berdaulat tidak selalu harus mempertimbangkan kepentingan AS. “Hubungan yang tercipta antara kita dengan mereka adalah asas kepentingan yang menurut saya hanya Amerika yang mau untung sendiri sedangkan negara lain harus tunduk sama mereka,” tegasnya.

Sebagai solusi, Suherman menyarankan Indonesia untuk terus mendorong transaksi dan perluasan kerja sama QRIS lintas negara di kawasan ASEAN. “Ini adalah salah satu cara melepaskan diri dari dominasi negara adidaya seperti Amerika,” katanya.

Ia juga menyarankan pemerintah untuk tidak gentar menghadapi tekanan semacam ini dan justru memperkuat diplomasi ekonomi digital. “Kedaulatan digital merupakan hak setiap negara, termasuk negara berkembang seperti Indonesia,” ujarnya.

Suherman menyarankan pemerintah untuk tetap menjelaskan secara diplomatis bahwa meskipun Indonesia memiliki kedaulatan digital sendiri melalui QRIS dan GPN, bukan berarti pelaku asing seperti Visa dan Mastercard dilarang beroperasi. “Mereka tetap boleh beroperasi selama tidak mengambil alih kendali atas data nasional dan arah pembangunan digital bangsa. Karena di era sekarang ini negara yang paling kuat adalah negara yang paling banyak memiliki data,” jelasnya.

“QRIS dan GPN adalah bentuk perwujudan kekuatan ekonomi dan keuangan digital Indonesia. Jadi Indonesia harus bangga dan mempertahankan segala sesuatu yang baik tanpa harus merasa takut dengan dominasi dan ancaman negara tertentu,” pungkasnya.

Simak Berita Lainnya dari Cyrustimes dengan Mengikuti di Google Berita

Gubernur
Wali Kota
Bupati
Diskominfo
Disbun
Disdik
Dishut
Alman