Humas Aliansi Dayak Bersatu, Eman Supriadi, tampak lebih frontal dalam menanggapi upaya diplomasi yang agak aneh ini. Dengan santai ia mengingatkan tentang “resume” Grib Jaya yang dipenuhi catatan hitam.
“Kita lihat sendiri kasus pembakaran mobil polisi di Depok baru baru ini. Enam anggota Grib Jaya ditetapkan jadi tersangka. Apakah harus terjadi dulu di Kalteng baru menolak? Saya rasa tidak,” ucap Eman, seolah sedang membacakan daftar “red flag” mengapa seseorang sebaiknya menghindari hubungan dengan pihak tertentu.
Sementara itu, surat permohonan yang dilayangkan kepada Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran, masih menjadi misteri tak terjawab. Gubernur, yang entah sibuk atau memilih berpura-pura tidak melihat, belum memberikan tanggapan.
“Sampai saat ini belum direspons Gubernur. Jadi kami harap kepada Bapak Gubernur bisa bertemu dengan kita dan membahas ini bersama-sama. Tujuan kita baik kok, kita hanya ingin Kalimantan Tengah dikelola oleh ormas-ormas asli, tanpa perlu mengimpor ormas dari luar.” Pungkasnya.
Sementara Forum Kebangsaan Ormas Kalteng terus berupaya mewujudkan “pertemuan bersejarah” ini, Aliansi Dayak Bersatu tampaknya lebih memilih menghabiskan waktu dengan menunggu respons surat mereka yang entah kapan akan dibaca oleh Gubernur.
Berbeda dengan Aliansi Dayak Bersatu, Grib Jaya justru menyambut baik inisiatif Forum Kebangsaan. Sekretaris Grib Jaya Kalteng, Erko Mojra, mengapresiasi upaya mempertemukan kedua organisasi tersebut. “Pada prinsipnya kami terbuka untuk silaturahmi dengan siapa pun, selama untuk kebaikan bersama,” ucap Erko.
